Minggu, 09 Desember 2012

Kisah Hidup Santa dan Santo

1.        St. Gregorius Agung
St. Gregorius dilahirkan pada tahun 540 di Roma. Ayahnya seorang anggota Majelis Tinggi dan ibunya adalah St. Celia. Gregorius belajar filsafat dan ketika masih muda usianya, telah diangkat menjadi Gubernur Roma. Ketika ayahnya meninggal, Gregorius merombak rumahnya yang besar menjadi sebuah biara. Selama beberapa tahun ia hidup sebagai seorang biarawan yang saleh dan kudus. Kemudian Paus Pelagius mengangkatnya menjadi salah seorang dari ketujuh Diakon Roma. Ketika Paus wafat, Gregorius dipilih untuk menggantikannya. Gregorius sama sekali tidak menginginkan kehormatan seperti itu. Tetapi ia seorang yang sangat kudus serta bijaksana, sehingga semua orang tahu bahwa ia akan menjadi seorang paus yang baik. Gregorius berusaha menghindar dengan menyamar dan menyembunyikan diri dalam sebuah gua, tetapi akhirnya mereka menemukannya dan ia diangkat juga menjadi paus.
Selama empatbelas tahun ia memimpin Gereja. Meskipun ia selalu sakit, Gregorius merupakan salah seorang paus terbesar Gereja. Ia menulis banyak buku dan juga merupakan seorang pengkhotbah yang ulung. Ia mencurahkan perhatiannya kepada segenap umat manusia. Malah sesungguhnya, ia menganggap dirinya sebagai abdi semua orang. Ia adalah paus pertama yang menggunakan gelar “abdi para abdi Tuhan” Semua paus sesudahnya menggunakan gelar ini.
St. Gregorius memberikan perhatian serta cinta kasih istimewa kepada orang-orang miskin serta orang-orang asing. Setiap hari ia biasa menjamu mereka dengan makanan yang enak. St. Gregorius juga amat peka terhadap penderitaan orang banyak yang disebabkan oleh ketidakadilan. Suatu ketika, semasa ia masih seorang biarawan, ia melihat anak-anak kulit putih dijual di pasar budak di Roma. Ia bertanya dari mana anak-anak itu berasal dan diberitahu bahwa mereka berasal dari Inggris. St. Gregorius merasakan suatu keinginan yang kuat untuk pergi ke Inggris untuk mewartakan kasih Yesus kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan itu. Setelah ia menjadi paus, salah satu hal pertama yang dilakukannya adalah mengirimkan beberapa biarawan terbaiknya untuk memperkenalkan Kristus kepada rakyat Inggris. Tahun-tahun terakhir hidupnya dipenuhi oleh banyak penderitaan, namun demikian ia tetap bekerja untuk Gerejanya yang tercinta hingga akhir hayatnya. St. Gregorius wafat pada tanggal 12 Maret 604.
Aku mengerti dari pengalaman bahwa sebagian besar waktu ketika aku bersama dengan saudara-saudaraku, aku belajar banyak hal tentang Sabda Tuhan yang tidak dapat aku pelajari seorang diri; jadi kalianlah yang memberitahukan kepadaku apa yang harus aku ajarkan. St. Gregorius Agung

2.        St. Rosa dari Viterbo
Rosa dilahirkan pada tahun 1235 di Viterbo, Italia. Ia hidup pada masa Kaisar Frederick merebut tanah milik Gereja. Misi khusus Rosa adalah menjadikan penduduk kotanya serta penduduk kota-kota sekitarnya tetap setia kepada Bapa Suci. Dan tugas ini ia lakukan ketika ia masih seorang remaja. Rosa baru berusia delapan tahun ketika Santa Perawan Maria mengatakan kepadanya ketika ia sedang sakit, untuk mengenakan jubah St. Fansiskus. Bunda Maria juga mengatakan kepada Rosa untuk memberikan teladan yang baik kepada sesama dengan kata-kata maupun dengan perbuatannya. Perlahan-lahan kesehatan Roda pulih kembali. Ia mulai merenungkan dan semakin merenungkan betapa Yesus telah menderita bagi kita dan betapa para pendosa telah menyakiti-Nya. Ia berdoa serta melakukan silih untuk menyatakan kepada Yesus betapa ia mengasihi-Nya.
Kemudia, gadis pemberani ini mulai berkhotbah di jalan-jalan kota. Ia mengatakan kepada orang banyak untuk bangkit melawan kaisar yang telah merampas kekayaan gereja. Banyak orang mendengarkan khotbahnya sehingga ayah Rosa menjadi ketakutan. Ia mengancam Rosa bahwa ia akan mencambukinya jika ia tidak berhenti berkhotbah. Rosa, yang saat itu berusia tigabelas tahun, menjawab dengan lembut, “Jika Yesus rela dicambuki demi aku, aku juga rela dicambuki demi Dia. Aku melakukan apa yang Yesus perintahkan kepadaku dan aku tidak mau tidak taat kepada-Nya.”
Dua tahun lamanya Rosa berkhotbah dengan berhasil sehingga musuh-musuh paus menghendaki agar ia dibunuh saja. Pada akhirnya, penguasa mengusir Rosa beserta orangtuanya ke luar kota. Tetapi Rosa mengatakan bahwa kaisar akan segera mangkat, dan memang terjadi demikian. Setelah kembali ke Viterbo, Rosa tidak diijinkan untuk menjadi biarawati, jadi ia pulang ke rumahnya. Di sana ia wafat pada tahun 1252 ketika usianya baru tujuhbelas tahun. Jenasahnya yang masih utuh hingga kini disemayamkan di Viterbo.
 



3.        St. Laurensius Giustiniani
Laurensius dilahirkan di Venice, Italia, pada tahun 1381. Ibunya kadang-kadang berpikir bahwa puteranya berkhayal terlalu tinggi. Laurensius selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi seorang kudus, seorang santo. Ketika usianya sembilanbelas tahun, Laurensius merasa bahwa ia harus melayani Tuhan dengan suatu cara yang istimewa. Ia meminta nasehat kepada pamannya, seorang imam yang kudus dari komunitas St. George. “Apakah kamu memiliki keberanian untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan melewatkan hidupmu dengan melakukan silih?” tanya pamannya. Cukup lama Laurensius tidak menjawab. Kemudian ia menatap salib dan berkata, “Engkau, oh Tuhan, adalah harapanku. Dalam Salib ada ketenteraman serta kekuatan.”
Ibunya menginginkannya untuk menikah, tetapi Laurensius bergabung dengan komunitas St. George. Tugas pertamanya adalah pergi ke kampung-kampung di kotanya untuk meminta derma bagi ordonya. Laurensius tidak malu pergi meminta-minta. Ia tahu bahwa derma uang ataupun barang akan berguna bagi karya Tuhan. Ia bahkan pergi ke depan rumahnya sendiri dan meminta derma. Ibunya berusaha mengisi kantongnya dengan banyak makanan agar Laurensius dapat segera pulang ke biaranya. Tetapi Laurensius hanya menerima dua potong roti dan pergi ke rumah sebelah untuk meminta derma lagi. Dengan demikian, ia belajar bagaimana mempraktekan penyangkalan diri dan semakin bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan.
Suatu hari seorang teman datang membujuk Laurensius untuk meninggalkan biaranya. Laurensius menjelaskan kepada temannya itu betapa singkatnya hidup dan betapa bijaksananya untuk melewatkan hidup demi surga. Temannya amat terkesan dan terdorong untuk menjadi seorang religius juga. Di kemudian hari Laurensius diangkat menjadi Uskup, meskipun ia sendiri kurang senang akan hal itu. Umatnya segera mengetahui betapa lembut hati dan kudusnya Uskup mereka. Orang berbondong-bondong datang kepadanya setiap hari untuk memohon pertolongannya. Menjelang ajalnya, St. Laurensius menolak berbaring di tempat tidur yang nyaman. “Tidak boleh demikian!” serunya dengan rendah hati. “Tuhanku terentang di kayu yang keras serta menyakitkan.” St. Laurensius Giustiniani wafat pada tahun 1455.

4.        St. Petrus Claver
Imam Spanyol dari Serikat Yesus ini dilahirkan pada tahun 1580. Ia dikenal sebagai “rasul para budak.” Ketika ia masih seorang seminaris di Serikat Yesus, ia merasakan suatu dorongan yang amat kuat untuk pergi ke Amerika Selatan sebagai seorang misionaris. Ia menjadi sukarelawan dan diutus ke pelabuhan Cartagena (Kolumbia). Di sana berdatangan banyak sekali kapal penuh dengan muatan para budak belian yang didatangkan dari Afrika untuk dijual. Melihat himpunan orang-orang malang itu yang berjubel, sakit serta menderita, hati Petrus tergerak oleh belas kasihan. Ia bertekad untuk menolong mereka serta mewartakan Kabar Sukacita kepada mereka. Begitu sebuah kapal muatan tiba, Petrus akan segera pergi menyongsongnya dan menjumpai ratusan budak yang sakit. Ia memberi mereka makanan serta obat-obatan. Ia membaptis mereka yang sekarat serta membaptis bayi-bayi. Ia merawat yang sakit. Sungguh suatu kerja keras sementara panas menyengat. Seorang yang pernah satu kali menemani St. Petrus melakukan karyanya tidak tahan menyaksikan pemandangan yang memilukan itu. Tetapi Petrus melakukannya selama empat puluh tahun. Ia membaptis sekitar tiga ratus ribu orang. Ia selalu berada di sana ketika kapal-kapalm itu datang. Ia mencurahkan perhatian serta kasih sayangnya kepada mereka yang diperlakukan secara tidak adil oleh masyarakat.
Meskipun majikan para budak itu berusaha mencegahnya, Pastor Claver tetap saja mengajarkan iman kepada para budak belian itu. Suatu pekerjaan yang lamban serta mengecilkan hati. Banyak orang mencelanya dengan mengatakan bahwa segala yang ia lakukan itu hanya sia-sia belaka. Menurut mereka, para budak itu tidak akan pernah memiliki iman. Tetapi St. Petrus seorang yang amat sabar dan ia percaya bahwa Tuhan memberkati para budak tersebut. Ia malahan juga pergi mengunjungi para budak itu setelah mereka meninggalkan Cartagena. Pastor Claver tidak pernah lelah mendesak majikan para budak itu untuk memperhatikan jiwa-jiwa para budak mereka sementara mereka sendiri perlu menjadi umat Kristiani yang lebih baik.
Empat tahun terakhir dalam hidupnya, Pastor Claver menderita sakit yang demikian hebat hingga ia harus tinggal terus dalam kamarnya. Ia bahkan tidak dapat merayakan Misa. Sebagian besar orang telah melupakannya, tetapi Pastor Claver tidak pernah mengeluh. Kemudian, tiba-tiba saja , pada saat wafatnya pada tanggal 8 September 1654, sekonyong-konyong seluruh kota terjaga. Mereka segera sadar bahwa mereka telah kehilangan seorang kudus. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi dilupakan. St. Petrus Claver dinyatakan kudus pada tahun 1888 oleh Paus Leo XIII.

5.        St. Nikolaus dari Tolentino
Nikolaus dilahirkan pada tahun 1245 di Ancona, Italia. Kedua orangtuanya telah lama mendambakan serta menantikan kehadiran seorang anak. Nikolaus adalah jawaban atas doa-doa mereka dan ziarah mereka ke kapel St. Nikolaus dari Bari. Pasangan tersebut amat berterima kasih atas bantuan doa St. Nikolaus hingga mereka menamakan bayi mereka seturut namanya. Ketika anak itu besar, ia mengatakan bahwa ia ingin menjadi seorang imam. Anak itu suka berdoa dan ingin hidup dekat Tuhan. Teman-teman keluarganya berharap agar ia menjadi imam di suatu paroki yang kaya di mana Nikolaus dapat cepat dipromosikan. Nikolaus tidak banyak bicara, tetapi diam-diam ia mencari dan berdoa. Suatu hari, ia masuk sebuah gereja. Seorang imam Agustinian yang kudus sedang menyampaikan khotbah. Katanya: “Janganlah mencintai dunia atau pun barang-barang duniawi, sebab dunia ini akan segera berlalu.” Nikolaus merenungkan kata-katanya. Ia pergi dengan kata-kata itu terngiang-ngiang di telinganya. Ia tahu bahwa Tuhan telah memakai imam tersebut untuk menyentuh hidupnya. Nikolaus menjadi yakin akan pentingnya mewartakan Sabda Tuhan. Ia memutuskan untuk mohon bergabung dalam ordo yang sama dengan imam tersebut.
Ordo itu adalah Ordo Santo Agustinus (OSA) dan imam itu adalah Pastor Reginald yang kemudian menjadi pembimbing novisnya. Biarawan Nikolaus mengucapkan kaulnya ketika usianya delapan belas tahun. Kemudian ia mulai pendidikannya untuk menjadi imam. Nikolaus ditahbiskan sekitar tahun 1270. Dengan semangat cinta kasih Pastor Nikolaus melaksanakan karya kerasulannya dengan berkotbah di berbagai paroki. Suatu hari, ketika sedang berdoa di sebuah gereja, sekonyong-konyong ia mendengar suara yang mengatakan: “Ke Tolentino, ke Tolentino. Tinggallah di sana.” Segera sesudah peristiwa itu, ia ditugaskan ke kota Tolentino. Ia melewatkan tiga puluh tahun terakhir hidupnya di sana. Pada masa itu terjadi suatu pergolakan politik yang besar di sana. Banyak orang tidak datang ke gereja untuk mendengarkan Sabda Tuhan serta beribadah kepada-Nya. Para biarawan St. Agustinus memutuskan bahwa sangat perlu diadakan khotbah di jalan-jalan. St. Nikolaus dipilih untuk ambil bagian dalam rencana ini. Dengan sukarela ia berkhotbah di tempat-tempat terbuka dan di tempat-tempat di mana banyak orang berkumpul. Orang mendengarkan khotbahnya dan banyak di antaranya yang bertobat atas dosa-dosa mereka dan atas ketidakpedulian mereka. Mereka mulai hidup lebih baik. Pastor Nikolaus melewatkan berjam-jam setiap harinya di daerah-daerah kumuh Tolentino. Ia mengunjungi mereka yang kesepian. Ia memberikan sakramen kepada mereka yang sakit dan menjelang ajal. Ia memberikan perhatian terhadap kebutuhan anak-anak dan ia mengunjungi orang-orang di penjara. Banyak mukjizat dilaporkan terjadi ketika St. Nikolaus masih hidup. Ia menjamah seorang anak yang sakit sambil berkata, “Semoga Allah yang baik menyembuhkanmu,” dan anak itu pun sembuh.
St. Nikolaus dari Tolentino menderita sakit selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya wafat pada tanggal 10 September 1305. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Eugenius IV pada tahun 1446.

6.        St. Yohanes Krisostomus
St. Yohanes Krisostomus dilahirkan di Antiokhia sekitar tahun 344. Ayahnya meninggal ketika ia masih bayi. Ibunya memilih untuk tidak menikah lagi. Ia mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membesarkan putra dan putrinya. Ibunya banyak berkorban agar Yohanes kelak dapat menjadi salah seorang guru yang terbaik. Yohanes seorang anak yang amat cerdas dan kelak pasti dapat menjadi seorang yang hebat. Jika Yohanes bercerita, semua orang senang mendengarkannya. Sesungguhnya, namanya, Krisostomus berarti “Bermulut emas.” Namun demikian, Yohanes ingin memberikan dirinya seutuhnya kepada Tuhan. Ia menjadi seorang imam dan di kemudian hari diangkat menjadi uskup kota besar Konstantinopel.
St. Yohanes adalah seorang uskup yang mengagumkan. Meskipun ia selalu sakit, ia melakukan begitu banyak karya yang mengagumkan. Ia berkhotbah satu atau dua kali sehari, memberi makan fakir miskin serta memberikan perhatian kepada yatim piatu. Ia memperbaiki kebiasaan umat berbuat dosa serta menghentikan pertunjukan-pertunjukkan yang tidak layak dipertontonkan. Ia mengasihi semua orang, namun demikian ia tidak takut untuk menegur mereka, bahkan ratu sekalipun, apabila mereka berbuat salah.
Karena memerangi dosa, St. Yohanes mempunyai banyak musuh - bahkan ratu sendiri. Ratu mengusirnya dari Konstantinopel. Dalam perjalanan, St Yohanes menderita demam yang hebat, kekurangan makan serta kurang istirahat. Meskipun begitu, ia berbahagia dapat menderita bagi Yesus. Sesaat sebelum kematiannya, ia berseru, “Kemuliaan kepada Allah!”
St. Yohanes wafat di Turki pada tanggal 14 September 407. Hujan es dan angin ribut yang dahsyat menyerang Konstantinopel pada saat ia meninggal. Empat hari kemudian, ratu yang jahat itu pun meninggal juga. Puteranya menghormati jenasah St. Yohanes dan menunjukkan betapa ia menyesal atas apa yang telah diperbuat ibunya.

7.        St. Kornelius & St. Siprianus
S. Kornelius Pada pertengahan abad ketiga, Gereja masih mengalami penganiayaan. Penganiayaan yang kejam dalam masa pemerintahan Kaisar Decius telah merenggut nyawa Paus St. Fabianus. Gereja tidak memiliki paus selama hampir satu tahun lamanya. Seorang imam kudus dari Roma, Kornelius, dipilih menjadi Bapa Suci pada tahun 251. Kornelius menerima tugas tersebut, oleh sebab ia sangat mencintai Kristus. Ia rela melayani Gereja sebagai seorang paus, meskipun pelayanannya itu membahayakan jiwanya. Karena itulah Paus Kornelius amat
S. Siprianus dikagumi di seluruh dunia. Teristimewa para Uskup Afrika secara terang-terangan menyatakan cinta dan kesetiaan mereka kepada paus. Uskup Siprianus dari Kartago mengirimkan kepada bapa suci surat-surat yang membangkitkan semangat serta menyatakan dukungan. Siprianus dibaptis sebagai pengikut Kristus pada usia empat puluh lima tahun. Ia mengherankan umat Kristiani di Kartago dengan mengucapkan kaul kemurnian sesaat sebelum dibaptis. Beberapa waktu kemudian, Siprianus ditahbiskan sebagai imam dan pada tahun 249 sebagai uskup. Penuh semangat Uskup Siprianus membesarkan hati Paus Kornelius dengan mengingatkannya bahwa selama masa penganiayaan yang sedang berlangsung di Roma itu, tidak ada seorang umat Kristiani pun yang mengingkari imannya. Tulisan-tulisan St. Siprianus menjelaskan tentang kasih yang harus dimiliki umat Kristiani bagi persatuan Gereja. Kasih ini haruslah juga diperuntukkan bagi paus, para uskup serta para imam, baik di keuskupan-keuskupan maupun di paroki-paroki. Siprianus juga menulis sebuah thesis tentang persatuan Gereja. Topik yang diangkatnya itu tetap menjadi topik penting di sepanjang masa, termasuk masa sekarang. Paus St. Kornelius wafat dalam pengasingan di pelabuhan Roma pada bulan September tahun 253. Oleh sebab ia harus menanggung penderitaan yang luar biasa sebagai seorang paus, maka ia dinyatakan sebagai martir. St. Siprianus wafat lima tahun kemudian dalam masa penganiayaan Valerianus. Ia dipenggal kepalanya di Kartago pada tanggal 14 September 258. Pesta kedua orang kudus ini dirayakan bersama-sama untuk mengingatkan kita akan pentingnya persatuan Gereja. Persatuan Gereja adalah tanda kehadiran Yesus yang adalah Kepala Gereja

8.        St. Robertus Bellarmino
Robertus dilahirkan di Italia pada tahun 1542. Ketika masih kanak-kanak, ia tidak tertarik untuk bermain. Ia lebih suka menghabiskan waktunya mengulangi khotbah-khotbah yang ia dengar kepada adik-adiknya. Ia juga suka menjelaskan pelajaran-pelajaran katekese kepada anak-anak petani di lingkungan sekitarnya. Sesudah menerima Komuni Pertama, ia biasa menerima Yesus setiap hari Minggu. Ayah Robertus berharap agar puteranya kelak menjadi seorang yang terkenal. Karena itu, ia menghendaki agar Robertus mempelajari macam-macam bidang studi, termasuk kesenian juga. Setiap kali dalam suatu lagu terdapat kata-kata yang kurang sedap di dengar, maka Robertus akan segera menggantinya dengan kata-kata yang lebih tepat yang dipilihnya sendiri.
Merupakan kerinduannya yang terdalam untuk menjadi seorang imam Yesuit, namun ayahnya mempunyai rencana masa depan yang berbeda untuknya. Selama setahun penuh Robertus berusaha keras untuk membujuk ayahnya. Akhirnya, ketika usianya delapan belas tahun, ia diijinkan juga untuk bergabung dengan Serikat Yesus (SJ). Sebagai biarawan muda Yesuit, Robertus berhasil amat baik dalam pelajarannya. Ia diutus untuk menyampaikan khotbah, bahkan sebelum ia ditabhiskan menjadi seorang imam. Ketika seorang wanita saleh untuk pertama kalinya melihat seorang pemuda yang masih belia, bahkan belum ditahbiskan menjadi imam, naik ke mimbar untuk menyampaikan khotbah, wanita itu berlutut dan berdoa. Ia mohon pada Tuhan untuk membantu anak muda itu agar jangan gemetar dan berhenti di tengah khotbahnya. Ketika Robertus selesai menyampaikan khotbahnya, wanita itu tetap berlutut. Tetapi, kali ini, ia mengucapkan syukur kepada Tuhan atas khotbah yang begitu indah.
St. Robertus Bellarmino menjadi seorang penulis, pengkhotbah dan juga pengajar yang ulung. Ia menulis tiga puluh satu buah buku penting. Ia menghabiskan tiga jam setiap harinya dalam doa. Ia mempunyai pengetahuan mendalam atas hal-hal sakral. Bahkan ketika telah diangkat sebagai kardinal, Robertus selalu beranggapan bahwa katekese demikian penting, hingga ia sendiri yang mengajarkannya kepada umatnya.
Kardinal Bellarmino wafat pada tanggal 17 September 1621. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1930 oleh Paus Pius XI. Pada tahun 1931, paus yang sama memaklumkan St. Robertus Bellarmino sebagai Pujangga Gereja. “Jika kamu bijaksana, maka kamu tahu bahwa kamu telah diciptakan demi kemuliaan Tuhan dan demi keselamatan kekalmu sendiri. Inilah tujuanmu, inilah pusat hidupmu, inilah harta pusaka hatimu.” ~ St. Robertus Bellarmino

9.        St. Yosef dari Kupertino
Yosef dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1603 di sebuah desa kecil di Italia. Ia berasal dari keluarga miskin. Semasa kanak-kanak dan remaja, hidupnya tidak bahagia. Ibunya menganggap Yosef menyusahkannya saja serta memperlakukannya dengan buruk.
Yosef tumbuh menjadi seorang remaja yang amat lamban serta pelupa. Ia sering mengeluyur tanpa arah tujuan. Tetapi ia seorang pemarah juga, jadi ia tidak begitu disenangi. Yosef belajar ketrampilan membuat sepatu, tetapi gagal. Ia minta ijin untuk bergabung menjadi seorang biarawan Fransiskan, tetapi mereka tidak mau menerimanya. Kemudian, Yosef bergabung dengan Ordo Kapusin, tetapi delapan bulan kemudian ia dianjurkan untuk meninggalkan tempat itu. Tampaknya Yosef tidak dapat melakukan segala sesuatu dengan benar. Ia kerap menjatuhkan tumpukan piring-piring dan terus-menerus lupa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Ibunya sama sekali tidak senang menerima Yosef, yang saat itu berumur delapan belas tahun, pulang kembali ke rumah. Pada akhirnya, ibunya berhasil mencarikan pekerjaan baginya sebagai pesuruh di biara Fransiskan. Yosef diberi jubah Fransiskan untuk dikenakan dan diserahi tugas untuk merawat kuda-kuda.
Pada waktu itu Yosef mulai berubah. Ia menjadi lebih lembut serta rendah hati. Ia lebih berhati-hati dan berhasil dalam pekerjaannya. Ia juga mulai melakukan silih. Pemimpin biara memutuskan bahwa Yosef dapat diterima menjadi anggota Ordo Fransiskan dan dapat segera mulai belajar untuk menjadi seorang imam. Meskipun Yosef seorang pekerja yang tekun, ia mengalami masalah dalam hal belajar. Tetapi Yosef percaya akan pertolongan Tuhan dan akhirnya ditahbiskan juga menjadi seorang imam. Tuhan mulai mengadakan mukjizat-mukjizat melalui Pastor Yosef. Lebih dari tujuh puluh kali orang melihatnya terangkat dari tanah ketika ia sedang mempersembahkan Misa atau sedang berdoa. Ia akan tergantung di langit-langit biara bagaikan bintang di atas puncak pohon Natal. Seringkali ia mengalami ekstasi (=kerasukan Roh Kudus) dan sepenuhnya larut dalam pembicaraan dengan Tuhan. Ia menjadi seorang yang amat kudus. Segala sesuatu yang ia lihat membuatnya berpikir tentang Tuhan.
Yosef dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1603 di sebuah desa kecil di Italia. Ia berasal dari keluarga miskin. Semasa kanak-kanak dan remaja, hidupnya tidak bahagia. Ibunya menganggap Yosef menyusahkannya saja serta memperlakukannya dengan buruk.
Yosef tumbuh menjadi seorang remaja yang amat lamban serta pelupa. Ia sering mengeluyur tanpa arah tujuan. Tetapi ia seorang pemarah juga, jadi ia tidak begitu disenangi. Yosef belajar ketrampilan membuat sepatu, tetapi gagal. Ia minta ijin untuk bergabung menjadi seorang biarawan Fransiskan, tetapi mereka tidak mau menerimanya. Kemudian, Yosef bergabung dengan Ordo Kapusin, tetapi delapan bulan kemudian ia dianjurkan untuk meninggalkan tempat itu. Tampaknya Yosef tidak dapat melakukan segala sesuatu dengan benar. Ia kerap menjatuhkan tumpukan piring-piring dan terus-menerus lupa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Ibunya sama sekali tidak senang menerima Yosef, yang saat itu berumur delapan belas tahun, pulang kembali ke rumah. Pada akhirnya, ibunya berhasil mencarikan pekerjaan baginya sebagai pesuruh di biara Fransiskan. Yosef diberi jubah Fransiskan untuk dikenakan dan diserahi tugas untuk merawat kuda-kuda.
Pada waktu itu Yosef mulai berubah. Ia menjadi lebih lembut serta rendah hati. Ia lebih berhati-hati dan berhasil dalam pekerjaannya. Ia juga mulai melakukan silih. Pemimpin biara memutuskan bahwa Yosef dapat diterima menjadi anggota Ordo Fransiskan dan dapat segera mulai belajar untuk menjadi seorang imam. Meskipun Yosef seorang pekerja yang tekun, ia mengalami masalah dalam hal belajar. Tetapi Yosef percaya akan pertolongan Tuhan dan akhirnya ditahbiskan juga menjadi seorang imam. Tuhan mulai mengadakan mukjizat-mukjizat melalui Pastor Yosef. Lebih dari tujuh puluh kali orang melihatnya terangkat dari tanah ketika ia sedang mempersembahkan Misa atau sedang berdoa. Ia akan tergantung di langit-langit biara bagaikan bintang di atas puncak pohon Natal. Seringkali ia mengalami ekstasi (=kerasukan Roh Kudus) dan sepenuhnya larut dalam pembicaraan dengan Tuhan. Ia menjadi seorang yang amat kudus. Segala sesuatu yang ia lihat membuatnya berpikir tentang Tuhan. Pastor Yosef menjadi demikian terkenal karena mukjizat-mukjizat yang dilakukannya sehingga ia harus disembunyikan. Hal ini membuatnya merasa berbahagia karena memberinya kesempatan untuk sendiri bersama Kristus yang amat dikasihinya. Yesus tidak pernah meninggalkannya sendiri dan suatu hari Ia datang untuk membawanya serta ke surga. St. Yosef wafat pada tahun 1663 dalam usia enam puluh tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Klemens XIII pada tahun 1767.

10.    St. Andreas Kim Taegon & St. Paulus Chong Hasang
St. Andreas Kim Taegon St. Andreas Kim Taegon adalah seorang imam dan St. Paulus Chong Hasang adalah seorang awam. Kedua martir ini mewakili 113 umat Katolik yang wafat sebagai martir karena iman mereka di Korea. Mereka dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada saat paus mengunjungi Korea pada tahun 1984.
Ajaran Kristen menyebar ke Korea pada abad ketujuhbelas melalui pewartaan kaum awam. Umat yang percaya memilihara iman mereka dengan Sabda Tuhan. Mereka bertumbuh serta berkembang secara diam-diam.
St. Paulus Chong Hasang Kemudian imam-imam misionaris datang dari Perancis. Umat Korea diperkenalkan kepada Sakramen Gereja. Mereka mengalami penganiayaan dari pemerintah yang pasang surut sepanjang abad kesembilanbelas. Seratus tiga umat Korea wafat sebagai martir antara tahun 1839 hingga tahun 1867. Sepuluh orang anggota Serikat Misi Asing dari Paris juga wafat sebagai martir, yaitu tiga orang uskup beserta tujuh orang imam. Sehingga jumlah mereka seluruhnya yang wafat sebagai martir adalah 113 orang.
St. Andreas Kim Taegon dan St. Paulus Chong Hasang mewakili kemuliaan serta keberanian umat Katolik Korea yang telah membayar mahal cinta mereka kepada Kristus. St. Andreas Kim Taegon adalah imam pertama Korea. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 16 September 1846, hanya satu tahun setelah ditahbiskan. Ayah St. Andreas Kim telah mendahuluinya menjadi martir pada tahun 1821. St. Paulus Chong Hasang adalah seorang katekis awam yang pemberani. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 22 September 1846. Sekarang Gereja berkembang pesat di Korea. Karunia iman diterima karena kurban persembahan para martir telah menjadi pembuka jalan. Kita telah menerima Sakramen Baptis, masuk dalam pelukan Gereja, serta menerima kehormatan disebut sebagai umat Kristiani. Tetapi, apa gunanya semua itu jika kita hanya Kristen dalam nama dan tidak dalam kenyataan? St. Andreas Kim

11.    St. Matius
Matius adalah seorang pemungut cukai di kota Kapernaum, kota di mana Yesus tinggal. Matius seorang Yahudi, tetapi ia bekerja untuk kepentingan bangsa Romawi yang menjajah bangsa Yahudi. Oleh sebab itu, orang-orang sebangsanya tidak menyukai Matius. Mereka tidak mau berhubungan dengan “orang-orang berdosa” seperti Matius si pemungut cukai.
Namun, Yesus tidak berpikir demikian terhadap Matius. Suatu hari, Yesus melihat Matius duduk di rumah cukai dan Ia berkata, “Ikutlah Aku.” Seketika itu juga Matius meninggalkan uang serta jabatannya untuk mengikuti Yesus. Yesus kelihatan demikian kudus dan bagaikan seorang raja. Matius mengadakan suatu perjamuan besar bagi-Nya. Ia mengundang teman-teman lain yang seperti dirinya untuk bertemu dengan Yesus serta mendengarkan pengajaran-Nya. Sebagian orang Yahudi menyalahkan Yesus karena makan bersama dengan oang-orang yang mereka anggap orang berdosa. Tetapi, Yesus sudah siap dengan suatu jawaban. “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."
Ketika Yesus kembali ke surga, St. Matius tinggal di Palestina. Ia tetap tinggal di sana beberapa waktu lamanya untuk mewartakan Kristus. Kita mengenal Injil Matius, yang adalah kisah Yesus serta ajaran-ajaran-Nya. St. Matius mewartakan Yesus kepada kaum sebangsanya. Kristus adalah Mesias yang dinubuatkan para nabi akan datang untuk menyelamatkan kita. Setelah mewartakan Injil kepada banyak orang, hidup St. Matius berakhir sebagai seorang martir iman yang jaya.

12.    St. Tekla
Tekla adalah seorang gadis bangsawan kafir yang cantik yang hidup pada abad pertama. Ia berasal dari kota Ikonium di Turki. Tekla telah membaca banyak buku filsafat, namun tak ada satu pun yang dapat memuaskan keingintahuannya tentang Pencipta-nya. Doa Tekla untuk mengenal Allah yang satu dan benar terjawab ketika St. Paulus rasul datang untuk mewartakan Injil Yesus di Ikonium. Dari St. Paulus, Tekla juga mengetahui bahwa seorang wanita dapat menjadi pengantin Kristus apabila ia memilih untuk tidak menikah. Saat itu, Tekla tidak menginginkan yang lain selain dari mempersembahkan dirinya seutuhnya kepada Tuhan.
Orangtua Tekla yang kafir melakukan segala daya upaya agar ia meninggalkan iman Kristiani-nya, tetapi ia tetap teguh. Tunangannya, Thamyris, memohon kepadanya untuk tidak membatalkan pertunangan mereka. Tetapi, tekad Tekla sudah bulat. Ia ingin menjadi pengantin Kristus. Pada akhirnya, karena amat marah, Thamyris mengadukan Tekla ke pengadilan. Tekla tidak juga mau mengingkari cintanya kepada Yesus, karenanya ia dijatuhi hukuman dengan dibakar sampai mati. Gadis cantik tersebut dengan berani menyongsong maut. Namun, dikisahkan bahwa segera setelah api dinyalakan, datanglah badai dari surga untuk memadamkannya. Kemudian Tekla dijatuhi hukuman mati dengan dijadikam mangsa singa-singa yang kelaparan. Namun demikian, sekali lagi Tuhan menyelamatkan nyawa Tekla. Bukannya menerkamnya, binatang-binatang buas itu malahan mendekatinya dengan jinak, berbaring di sisinya, lalu menjilati kaki Tekla, bagaikan anak kucing saja. Pada akhirnya, karena ketakutan, hakim membebaskan Tekla. Tekla mengasingkan diri ke sebuah gua di mana ia tinggal seumur hidupnya. Ia berdoa serta mewartakan Tuhan Yesus kepada orang-orang yang datang mengunjunginya.

13.    St. Kosmas & St. Damianus
Kedua martir yang kita rayakan pestanya pada hari ini adalah sepasang saudara kembar dari Siria yang hidup pada abad keempat. Mereka berdua merupakan siswa-siswa yang sangat terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan dan keduanya menjadi dokter yang hebat. Kosmas dan Damianus memandang setiap pasien sebagai saudara dan saudari dalam Kristus. Karena itu, mereka memberikan perhatian besar kepada mereka semua dan melakukan yang terbaik dengan segenap kemampuan mereka. Betapa pun banyaknya perhatian yang harus mereka curahkan terhadap seorang pasien, baik Kosmas maupun Damianus, tidak pernah menerima uang sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Sebab itu, mereka diberi nama julukan dalam bahasa Yunani artinya “tanpa uang sepeser pun”.
Setiap ada kesempatan, kedua orang kudus ini akan bercerita kepada para pasiennya tentang Yesus Kristus, Putra Allah. Orang banyak menyukai kedua dokter kembar ini, karenanya dengan senang hati mereka mendengarkan. Kosmas dan Damianus seringkali memulihkan kesehatan, baik jiwa maupun raga, para pasien yang datang mohon bantuan mereka.
Ketika penganiayaan oleh Kaisar Diocletian terhadap umat Kristiani dimulai di kota mereka, kedua dokter ini segera ditangkap. Tak pernah sekali pun mereka berusaha menyembunyikan cinta mereka yang begitu besar terhadap iman Kristiani mereka. Mereka disiksa dan dianiaya, tetapi tak ada yang dapat memaksa mereka untuk mengingkari iman mereka kepada Kristus. Mereka hidup bagi Dia dan menarik begitu banyak orang kepada cinta-Nya. Jadi, pada akhirnya, mereka berdua dijatuhi hukuman mati pada tahun 303.

14.    St. Vinsensius de Paul
Vinsensius, putera seorang petani Perancis yang miskin, dilahirkan pada tahun 1581. Kelak, ketika dewasa dan menjadi terkenal, ia suka sekali bercerita bagaimana ia merawat babi-babi peliharaan ayahnya. Karena ia seorang anak yang cerdas, ayahnya mengirim Vinsensius untuk bersekolah. Setelah menamatkan sekolahnya, Vinsensius menjadi seorang imam.
Awalnya, Vinsesius diberi jabatan penting sebagai guru anak-anak orang kaya, dan ia hidup dengan cukup nyaman. Hingga suatu hari, ia dipanggil untuk memberikan sakramen terakhir kepada seorang petani miskin yang sedang menghadapi ajal. Di hadapan banyak orang, petani tersebut menyatakan betapa buruknya pengakuan-pengakuan dosa yang ia buat di masa silam. Sekonyong-konyong Pastor Vinsensius sadar akan mendesaknya kebutuhan kaum miskin papa Perancis akan pertolongan rohani. Ketika ia mulai berkhotbah kepada mereka, orang berduyun-duyun datang untuk mengaku dosa. Pada akhirnya Pastor Vinsensius memutuskan untuk membentuk suatu kongregasi imam yang secara khusus bekerja di antara pada fakir miskin (dikenal dengan nama Kongregasi Misi atau Lazaris).
Tindakan belas kasih St. Vinsensius de Paul demikianlah banyak sehingga rasanya tidaklah mungkin bagi seseorang untuk melakukan segala hal yang telah ia lakukan. Ia memberikan perhatian kepada para narapidana yang bekerja pada kapal-kapal pelayaran. Ia bersama dengan St. Louise de Marillac mendirikan Kongregasi Suster-suster Putri Kasih, PK. Ia mendirikan rumah-rumah sakit serta wisma-wisma bagi anak-anak yatim piatu serta orang-orang lanjut usia. Ia mengumpulkan sejumlah besar uang untuk disumbangkan ke daerah-daerah miskin, mengirimkan para misionaris ke berbagai negara, serta membeli kembali para tawanan dari kaum Mohammedans. Meskipun ia demikian murah hati, namun demikian, dengan rendah hati ia mengakui bahwa sifat dasarnya tidaklah demikian. “Jika bukan karena kasih karunia Tuhan, aku ini seorang yang keras, kasar serta mudah marah,” katanya. Vinsensius de Paul wafat di Paris pada tanggal 27 September 1660. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1737 oleh Paus Klemens XII. Tidaklah cukup bagiku untuk mengasihi Tuhan jika aku tidak mengasihi sesamaku …Aku ini milik Tuhan dan milik kaum miskin.” St. Vinsensius de Paul

15.    St. Mikhael, Gabriel & Rafael (Malaekat Agung)
Mikhael, Gabriel dan Rafael disebut “santo” karena mereka kudus. Namun demikian, mereka berbeda dari para kudus lainnya karena mereka bukanlah manusia. Mereka adalah malaikat, mereka melindungi manusia. Kita dapat mengetahui sedikit tentang masing-masing dari mereka dari Kitab Suci.
Nama Mikhael artinya “Siapa dapat menyamai Tuhan?” Tiga kitab dalam Kitab Suci bercerita tentang St. Mikhael, yaitu: Daniel, Wahyu dan Surat Yudas. Dalam Kitab Wahyu bab 12:7-9, kita membaca tentang suatu pertempuran besar yang terjadi di surga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan Satan. Mikhael menjadi pemenang karena setia kepada Tuhan. Kita dapat mohon bantuan St. Mikhael untuk menjadikan kita teguh dalam kasih kepada Yesus dan dalam mempraktekan iman Katolik kita.
Nama Gabriel berarti “Tuhan kemenanganku”. Ia juga disebutkan dalam kitab Daniel. Gabriel kita kenal dengan baik karena ia termasuk salah satu tokoh penting dalam Injil Lukas. Malaikat Agung ini menyampaikan kepada Maria bahwa ia akan menjadi Bunda Juruselamat kita. Gabriel menyampaikan kepada Zakharia bahwa ia dan Elisabet akan dikarunia seorang putera yang akan dinamai Yohanes. Gabriel adalah pembawa warta, utusan Tuhan untuk menyampaikan Kabar Sukacita. Kita dapat mohon bantuan St. Gabriel untuk menjadikan kita pembawa warta, seorang utusan Tuhan seperti dirinya.
Nama Rafael artinya “Tuhan menyembuhkan”. Kita membaca kisah yang menyentuh tentang tugas Rafael dalam kitab Tobit dalam Kitab Suci. Ia memberikan perlindungan serta penyembuhan bagi mata Tobit yang buta. Pada akhir perjalanan, ketika segala sesuatunya telah berakhir, Rafael menyatakan jati dirinya yang sebenarnya. Ia menyebut dirinya sebagai salah satu dari ketujuh malaikat yang melayani di hadapan tahta Allah. Kita dapat mohon bantuan St Rafael untuk melindungi kita dalam perjalanan, bahkan dalam perjalanan yang amat dekat sekali pun, seperti misalnya pergi ke sekolah. Kita juga dapat mohon pertolongannya ketika kita atau seseorang yang kita kasihi diserang penyakit.

16.    St. Hieronimus
Hieronimus adalah seorang Kristen Romawi yang hidup pada abad keempat. Ayahnya mengajarkan agama dengan baik kepadanya, tetapi mengirim Hieronimus ke sebuah sekolah kafir yang terkenal. Di sekolah tersebut, Hieronimus mulai menyukai tulisan-tulisan kafir dan cintanya kepada Tuhan mulai luntur. Namun demikian, persahabatannya dengan sekelompok orang-orang Kristiani yang kudus, yang menjadi sahabat-sahabat dekatnya, membuatnya berbalik kembali sepenuhnya kepada Tuhan.
Kemudian, anak muda yang cerdas ini memutuskan untuk tinggal menyendiri di padang gurun. Hieronimus khawatir kalau-kalau kesenangannya akan tulisan-tulisan kafir akan menjauhkannya dari cinta Tuhan. Hieronimus melakukan laku silih yang keras dan membiarkan dirinya terbakar panas terik padang gurun. Meskipun begitu, di sana pun Hieronimus mengalami pencobaan-pencobaan yang hebat. Hiburan-hiburan tak sehat yang diselenggarakan di Roma senantiasa segar dalam bayangan serta pikirannya. Walaupun demikian, Hieronimus pantang menyerah. Ia memperberat laku silihnya serta menangisi dosa-dosanya. Ia juga belajar bahasa Ibrani dengan seorang rahib sebagai gurunya. Hal tersebut dilakukannya untuk menghindarkan diri dari pikiran-pikiran kotor yang menghantui pikirannya. Hieronimus menjadi seorang sarjana Ibrani yang hebat sehingga kelak ia dapat menterjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Oleh karena karyanya itu, banyak orang dapat membaca serta mencintai Kitab Suci.
St. Hieronimus menghabiskan berpuluh tahun hidupnya di sebuah gua kecil di Betlehem, di mana Yesus dilahirkan. Di sana ia berdoa, mempelajari Kitab Suci, serta mengajar banyak orang bagaimana melayani Tuhan. St. Hieronimus menulis banyak surat yang mengagumkan dan bahkan juga buku-buku untuk mempertahankan iman Kristiani dari serangan kaum bidaah.
Perangainya yang cepat marah dan lidahnya yang tajam membuat St. Hieronimus mempunyai banyak musuh. Namun demikian, ia seorang yang amat kudus yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk melayani Yesus dengan cara terbaik yang mampu ia lakukan. Jadi, meskipun pemarah, ia menjadi seorang kudus yang besar. St. Hieronimus wafat pada tahun 419 atau 420.
“Menjadi seorang Kristen adalah hal yang luar biasa, bukan hanya seolah-olah tampak luar biasa. Dan oleh karena satu dan lain hal, mereka yang paling menyenangkan bagi dunia adalah mereka yang paling sedikit menyenangkan Kristus …. Kekristenan dibentuk, dan bukan bakat yang diwariskan.” St. Hieronimus


17.    St. Simeon
Simeon yang kudus hidup pada abad pertama. Dalam Injil Lukas bab dua dikisahkan Yusuf dan Maria membawa Bayi Yesus ke Bait Allah di Yerusalem. Di sanalah mereka bertemu dengan Simeon. Orang kudus tersebut telah lama menunggu dengan sabar jawab atas permohonannya kepada Tuhan: ia ingin tetap hidup hingga melihat Sang Mesias, Juru Selamat dunia. Tetapi, ia tidak tahu seperti apakah Sang Mesias itu, atau bilakah dan apakah doanya akan dikabulkan.
Pasangan muda dari Nazaret itu menghampirinya bersama dengan bayi mereka. Simeon memandang mata Sang Bayi dan merasakan suatu gejolak sukacita memenuhi hatinya. Matanya bersinar-sinar. Ia menggendong Yesus dalam pelukannya, kemudian menatang-Nya sambil berdoa:
“Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa.” Maria dan Yususf saling berpandang-pandangan. Mereka berdua amat takjub. Kemudian nabi tua itu berpaling kepada Maria. Sinar matanya menjadi sedih sementara ia berkata dengan lembut, “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” Maria tidak mengerti apa yang dimaksudkannya, dan ia berdoa kepada Tuhan untuk memohon kekuatan. Simeon yang kudus telah dikabulkan doanya oleh Tuhan. Ia tetap dalam keadaan penuh syukur dan sukacita sementara pasangan muda serta Bayi mereka meninggalkannya.

18.    St. Kalistus I
Paus hebat yang wafat sebagai martir ini hidup pada awal abad ketiga. Dulunya ia seorang budak belian muda di Roma yang terjerumus dalam suatu masalah yang amat serius. Tuannya, seorang Kristen, memberinya tanggung jawab untuk mengelola sebuah bank. Suatu ketika, Kalistus kehilangan uang yang yang dititipkan kepadanya oleh orang-orang Kristen lainnya. Karena ketakutan, Kalistus melarikan diri dari Roma. Ia tertangkap setelah mencoba meloloskan diri dengan menceburkan diri ke dalam laut. Hukuman yang dijatuhkan kepadanya sungguh sangat mengerikan: ia dirantai dan dihukum kerja paksa di sebuah penggilingan.
Kalistus dibebaskan dari hukuman ini hanya karena para nasabahnya berharap bahwa ia dapat mengembalikan sebagian dari uang mereka. Tetapi, sekali lagi ia ditangkap. Kali ini karena ia terlibat dalam suatu perkelahian. Kalistus dikirim ke pertambangan-pertambangan di Sardinia. Ketika kaisar membebaskan semua tawanan Kristen yang dihukum di pertambangan-pertambangan tersebut, Kalistus juga ikut dibebaskan. Sejak saat itu, hidupnya mulai membaik.
Paus St. Zephrinus mengenal serta memberikan kepercayaan kepada budak yang baru dibebaskan itu. Ia menugaskan Kalistus untuk mengurus pemakaman umum umat Kristiani di Roma. Sekarang pemakaman tersebut dinamai sesuai namanya: Katakombe St. Kalistus. Banyak paus dimakamkan dalam katakombe tersebut. Kalistus membuktikan bahwa dirinya pantas mendapat kepercayaan dari Bapa Suci. St. Zephrinus tidak saja mentahbiskannya sebagai seorang imam, tetapi juga menganggapnya sebagai seorang sahabat sekaligus penasehat.
Kelak, St. Kalistus sendiri menjadi seorang paus. Sebagian orang mengeluh karena ia terlalu murah hati kepada orang-orang berdosa. Namun demikian, paus yang kudus itu memutuskan bahwa bahkan para pembunuh pun diperkenankan menerima Komuni Kudus setelah mereka bertobat serta mengakukan dosa-dosa mereka. Paus hebat ini selalu mempertahankan ajaran-ajaran Yesus yang benar. Ia wafat pada tahun 222 dalam kemuliaan seorang martir.

19.    St. Theresia dari Avila
Theresia dilahirkan di Avila, Spanyol, pada tanggal 28 Maret tahun 1515. Sebagai seorang gadis kecil di rumah keluarganya yang kaya, Theresia dan kakaknya: Rodrigo suka sekali membaca riwayat hidup para kudus dan para martir. Bagi mereka, tampaknya menjadi martir adalah cara mudah untuk dapat pergi ke surga. Oleh karena itu kedua anak tersebut secara diam-diam berencana untuk pergi ke tanah Moor. Sementara mereka menapaki jalan, mereka berdoa agar mereka boleh wafat bagi Kristus. Tetapi, mereka belumlah jauh dari rumah ketika mereka bertemu dengan paman mereka. Seketika itu juga sang paman membawa mereka pulang ke pelukan ibu mereka yang sudah teramat cemas. Kemudian, anak-anak itu bermaksud untuk menjadi pertapa di pekarangan rumah mereka. Rencana ini pun tidak berhasil juga. Mereka tidak dapat mengumpulkan cukup banyak batu untuk membangun gubug mereka. St. Teheresia sendirilah yang menuliskan kisah masa kecilnya yang menggelikan itu.
Namun demikian, ketika Theresia tumbuh menjadi seorang gadis remaja, ia berubah. Ia banyak membaca buku-buku novel dan kisah-kisah roman picisan hingga ia tidak punya banyak waktu lagi untuk berdoa. Ia lebih banyak memikirkan cara merias serta mendadani dirinya agar tampak cantik. Tetapi, setelah ia sembuh dari suatu penyakit parah, Theresia membaca sebuah buku tentang St. Hieronimus yang hebat. Pada saat itu juga, ia bertekad untuk menjadi pengantin Kristus. Ketika menjadi seorang biarawati, amatlah susah bagi Theresia untuk berdoa. Selain itu, kesehatannya pun buruk. Ia menghabiskan waktunya setiap hari dengan mengobrol tentang hal-hal yang remeh. Suatu hari, di hadapan lukisan Yesus, ia merasakan suatu kesedihan yang mendalam bahwa ia tidak lagi mencintai Tuhan. Sejak itu, ia mulai hidup hanya bagi Yesus saja, tidak peduli betapa pun besarnya pengorbanan yang harus dilakukannya.
Sebagai balas atas cintanya, Kristus memberikan kepada St. Theresia karunia untuk mendengar-Nya berbicara kepadanya. Ia juga mulai belajar berdoa dengan cara yang mengagumkan juga. St. Theresia dari Avila terkenal karena mendirikan biara-biara Karmelit yang baru. Biara-biara tersebut dipenuhi oleh para biarawati yang rindu untuk hidup kudus. Mereka banyak berkurban untuk Yesus. Theresia sendiri memberi teladan kepada mereka. Ia berdoa dengan cinta yang menyala-nyala dan bekerja keras melakukan tugas-tugas biara.
St. Theresia adalah seorang pemimpin besar dan seorang yang sungguh-sungguh mengasihi Yesus serta Gereja-Nya. Ia wafat pada tahun 1582 dan dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XV pada tahun 1622. Ia digelari Pujangga Gereja oleh Paus Paulus VI pada tahun 1970.

20.    St. Ignatius dari Antiokhia
St. Ignatius dari Antiokhia telah dikenal sejak masa gereja perdana. Ia dilahirkan pada tahun 50. St. Hieronimus dan St. Yohanes Krisostomus keduanya berpendapat bahwa makamnya terletak dekat pintu gerbang kota Antiokhia. Ignatius adalah Uskup Antiokhia yang ketiga. Di kota inilah St. Petrus berkarya sebelum ia pindah ke Roma. Di kota ini jugalah pertama kalinya para pengikut Kristus disebut Kristen. Ignatius dijatuhi hukuman mati dalam masa pemerintahan Kaisar Trajan. Ia digiring dari Antiokhia ke gelanggang pertunjukan di pusat kota Roma.
Meskipun kepergiannya ke Roma berada dalam pengawalan ketat pasukan, Ignatius sempat singgah di Smyrna dan Troas. Dari kota-kota tersebut ia menulis beberapa pucuk surat kepada umat Kristiani. Dengan demikian, ia menggunakan cara yang sama dengan St. Paulus dalam mewartakan Kabar Sukacita. Salah satu surat yang ditulis Ignatius dari Troas ditujukan kepada St. Polikarpus, seorang rekan uskup, yang kelak juga menjadi seorang martir.
Ketika Ignatius yang terkasih tiba di Roma, ia bergabung dengan umat Kristiani yang pemberani yang menantinya di penjara. Akhirnya, tibalah hari dimana sang uskup dilemparkan ke arena pertunjukan. Dua ekor singa ganas menerkamnya. St. Ignatius wafat sekitar tahun 107. Ia mewariskan kepada kita kesaksian hidup Kristiani serta surat-suratnya yang indah.
“Berdoalah bagiku, supapa aku jangan jatuh dalam pencobaan.”
Mari menimba keberanian dalam kesaksian hidup serta doa-doa St. Ignatius.

21.    St. Lukas
Menurut tradisi, Lukas adalah seorang dokter kafir. Ia seorang yang lembut serta baik hati, yang mengenal Kristus melalui pewartaan Rasul St. Paulus. Setelah menjadi seorang Kristen, ia pergi menyertai Paulus ke berbagai tempat. Lukas merupakan seorang penolong yang banyak membantu Rasul Paulus dalam mewartakan iman. Kitab Suci menyebut Lukas sebagai “tabib Lukas yang kekasih.”
St. Lukas adalah penulis dua buah kitab dalam Kitab Suci, yaitu Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Meskipun Lukas tidak pernah bertemu dengan Yesus semasa Ia hidup di dunia, Lukas ingin menulis tentang Dia bagi umat Kristiani yang baru bertobat. Jadi, ia berbicara dengan mereka-mereka yang mengenal Yesus. Ia mencatat semua perbuatan Yesus yang mereka lihat dan Sabda Yesus yang mereka dengar. Menurut tradisi, Lukas meemperoleh sebagian informasi penting dari Santa Perawan Maria sendiri. Bunda Maria merupakan orang yang tepat yang dapat menggambarkan secara jelas kedatangan Malaikat Gabriel kepadanya untuk menyampaikan Kabar Gembira. Bunda Maria-lah yang paling dapat menceritakan secara rinci kisah kelahiran Yesus di Betlehem serta pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir.
Lukas juga menuliskan kisah tentang bagaimana para rasul mulai mewartakan Sabda Yesus setelah Ia kembali ke surga. Dalam kitab tulisan Lukas, Kisah Para Rasul, kita mengetahui bagaimana Gereja mulai tumbuh dan berkembang.
St. Lukas adalah santo pelindung para dokter. Kita tidak tahu pasti bilamana atau di mana Lukas wafat. Ia merupakan salah seorang dari keempat penulis Injil.

22.    St. Yohanes de Brebeuf, St. Isaac Jogues, dkk
Lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, enam orang imam Yesuit bersama dua orang awam, semuanya berasal dari Perancis, wafat sebagai martir di Amerika Utara. Kedelapan orang kudus ini wafat sebagai martir antara tahun 1642 dan 1649. Mereka adalah sekelompok misionaris yang paling gagah berani. Mereka mengorbankan segala sesuatu yang mereka miliki demi mewartakan Kristus kepada orang-orang pribumi Amerika Utara. Setelah berjuang keras, mereka berhasil mempertobatkan banyak orang dari suku Indian Huron. Tetapi suku Iroquois, musuh bebuyutan suku Huron, membunuh mereka semua.
St. Yohanes de Brebeuf menderita tbc. Di Perancis, sakitnya begitu parah hingga ia bahkan tidak dapat mengajar banyak kelas. Namun demikian, ia menjadi seorang rasul yang gagah berani serta mengagumkan. Keberaniannya menakjubkan suku Iroquois yang biadab sementara mereka menyiksanya hingga tewas.
St. Isaac Jogues dianiaya dengan hebat oleh suku Mohawk, tetapi dibebaskan oleh orang-orang Belanda. Ia pulang ke Perancis, namun segera kembali ke Amerika Utara. Pastor Jogues ditebas dengan tomahawk (kampak perang orang Indian) oleh Kelompok Beruang dari suku Mohawk.
St. Antonius Daniel baru saja selesai mempersembahkan Misa bagi umatnya dari suku Huron, ketika suku Iroquois menyerang desa mereka. Orang-orang Indian Kristen memohon kepadanya agar ia berusaha melarikan diri. Tetapi Pastor Daniel tetap tinggal. Ia ingin membaptis semua orang yang menangis serta memohon dengan sangat kepadanya agar diberi Sakramen Baptis sebelum mereka semua dibunuh. Suku Iroquois membakarnya hingga tewas dalam kapelnya yang kecil. St. Gabriel Lallemont disiksa hingga tewas bersama dengan St. Yohanes de Brebeuf. St. Charles Garnier tertembus peluru suku Iroquois dalam suatu serangan mendadak, tetapi ia masih mencoba merangkak untuk menyelamatkan seorang yang sedang sekarat. Ia sendiri kemudian terbunuh oleh tebasan kampak. St. Noel Chabenel harus mengalami berbagai kesulitan, tetapi ia telah bertekad untuk tetap tinggal di Amerika Utara. Ia dibunuh oleh seorang pengkhianat Huron. Kedua orang pembantu awam, Rene Goupil dan John Lalande, keduanya tewas oleh tebasan tomahawk. Jadi, dengan cara demikianlah para pahlawan Kristus tersebut menyerahkan nyawanya bagi pertobatan orang-orang pribumi Amerika Utara. Setelah kematian mereka, para misionaris yang datang kemudian, dapat mempertobatkan hampir semua suku di mana para martir berkarya. Pahlawan-pahlawan yang gagah berani ini, yang sering disebut sebagai para martir Amerika Utara, dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1931.

23.    St. Paulus dari Salib
Paulus Danei dari Ovada, Italia, dilahirkan dalam sebuah keluarga pedagang pada tahun 1694. Ia seorang Kristen yang baik serta saleh. Ketika usianya sembilan belas tahun, Paulus memutuskan untuk menjadi seorang tentara. Setahun kemudian ia meninggalkan dinas kemiliteran. Pada musim panas tahun 1720, Paulus memperoleh suatu pengalaman rohani. Ia memperoleh tiga penglihatan untuk membentuk suatu ordo religius baru. Paulus tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi, jadi ia pergi kepada Bapa Uskup untuk mohon bimbingan. Bapa Uskup mempelajari masalahnya dan percaya bahwa penglihatan tersebut adalah benar. Ia mengatakan kepada Paulus untuk terus maju dengan panggilan khususnya. Ia patut melakukan apa yang diperintahkan kepadanya melalui penglihatan-penglihatan tersebut.
Paulus melewatkan empatpuluh hari lamanya untuk berdoa dan bermatiraga. Selama waktu itu ia menuliskan regula yang akan menjadi dasar hidupnya serta para pengikut kongregasinya yang baru. Yohanes, saudara Paulus, dan dua orang muda lain ikut bergabung dengannya. Paulus dan Yohanes ditahbiskan sebagai imam oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1727.
Sepuluh tahun kemudian, Biara Passionis (CP = Kongregasi Biarawan Passionis) yang pertama berdiri. Paus Klemens XIV menyetujui ordo baru tersebut. Ia juga menyetujui regula biara selang beberapa waktu kemudian. Disamping ketiga kaul kekal, yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, Paulus dari Salib menambahkan kaul keempat, yaitu: devosi kepada Sengsara Kristus. Pada tahun 1747, Passionis telah memiliki tiga biara. Mereka berkhotbah serta memberikan retret dan bimbingan rohani kepada umat di seluruh Italia.
Ketika ia wafat ada tahun 1775, Paulus dari Salib sedang mulai membentuk Kongregasi Biarawati Passionis. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius IX pada tahun 1867.

24.    St. Yohanes dari Capestrano
St. Yohanes dari Capestrano dilahirkan di Italia pada tahun 1386. Ia seorang pengacara dan gubernur kota Perugia. Ketika para musuh yang menyerang kotanya menjebloskannya ke dalam penjara, Yohanes mulai berpikir tentang arti hidup yang sebenarnya. Para musuh politik Yohanes tidak ingin segera membebaskannya. Jadi, Yohanes punya banyak waktu untuk menyadari bahwa hal yang paling penting adalah keselamatan jiwa. Ketika pada akhirnya sekonyong-konyong ia dibebaskan, Yohanes masuk ke sebuah biara Fransiskan. Usianya tiga puluh tahun ketika itu. Bagi Yohanes, hidup sebagai seorang biarawan miskin sungguh merupakan suatu tantangan yang berat. Ia harus mengorbankan kebebasannya demi cintanya kepada Yesus. Dan ia berusaha melakukannya dengan segenap hatinya.
Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Yohanes diutus untuk berkhotbah. Ia dan St. Bernardin dari Siena, yang tadinya pembimbing novisnya, menyebarluaskan devosi kepada Nama Yesus yang Kudus ke berbagai tempat. Yohanes berkhotbah menjelajahi Eropa selama empat puluh tahun. Semua orang yang mendengar khotbahnya tergerak hatinya untuk mengasihi serta melayani Kristus dengan lebih baik.
Suatu peristiwa terkenal dalam hidup orang kudus ini terjadi saat peperangan Belgrade. Turki telah bertekad untuk menguasai Eropa serta membinasakan Gereja Yesus. Paus mengutus St. Yohanes dari Capestrano untuk pergi menghadap semua raja Kristen di Eropa untuk memohon agar mereka bersatu dalam menghadapi pasukan Turki yang amat kuat. Para raja taat kepada biarawan yang miskin serta bertelanjang kaki ini. Ia mengobarkan cinta mereka kepada Tuhan serta menyemangati mereka dengan kata-katanya yang berapi-api. Namun demikian, meskipun suatu balatentara Kristen yang besar bersatu untuk melawan Mohamad II dan pasukan Turkinya, tampaknya mereka akan kalah. Pasukan musuh jauh lebih besar jumlahnya. Pada saat itulah Yohanes sendiri, meskipun usianya telah tujuhpuluh tahun, lari ke garis depan untuk membakar semangat pasukannya agar terus bertempur. Dengan mengangkat salibnya tinggi-tinggi, orang tua yang kurus kecil ini terus berteriak, “Menang, Yesus, menang!” Dan para laskar Kristen itupun merasa jauh lebih bersemangat dari sebelumnya. Mereka bertempur hingga pasukan musuh lari ketakutan.
St. Yohanes dari Capestrano meninggal tidak selang lama kemudian, pada tanggal 23 Oktober 1456. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1724.

25.    St. Antonius Maria Claret
Antonius dilahirkan di Spanyol pada tahun 1807. Pada tahun yang sama Napoleon menyerbu Spanyol. Mungkin itu adalah “pertanda” akan peristiwa-peristiwa mendebarkan yang akan terjadi sepanjang hidupnya. Antonius ditahbiskan menjadi seorang imam pada tahun 1835 dan ditugaskan di paroki kota asalnya. Kemudian ia pergi ke Roma dan membantu karya misi. Ia menggabungkan diri dengan Serikat Yesus sebagai novis, tetapi kesehatannya tidak mendukungnya. Ia kembali ke Spanyol dan bertugas sebagai imam. Pastor Antonius melihat seluruh dunia sebagai suatu daerah misi yang luas. Ia memiliki hati seorang misionaris. Ia seorang imam yang berdedikasi tinggi di parokinya. Ia mengadakan seminar-seminar bagi para imam.
Pastor Antonius yakin akan kekuatan karya tulis. Ia menulis sedikitnya 150 buah buku. Bukunya yang paling terkenal, Jalan yang Benar, telah dibaca jutaan orang. Sebagian orang tidak dapat mengerti pemikiran Pastor Antonius. Kesuksesan serta semangatnya membuat mereka khawatir. Mungkin pertentangan tersebut memang diijinkan oleh Tuhan agar imam yang penuh semangat ini dapat mengunjungi Kepulauan Canary pada tahun 1848. Pastor Antonius tinggal di sana selama satu tahun dengan mewartakan Kabar Gembira. Kemudian Pastor Antonius kembali ke Catalonia, Spanyol dan kepada karya penginjilannya di sana. Pada tahun 1849, Pastor Antonius membentuk suatu ordo religius baru yang disebut Putera-putera Misionaris dari Hati Maria Yang Tak Bernoda atau lebih dikenal dengan nama Kongregasi Misionaris Claretian, CMF.
Ratu Isabela II dari Spanyol amat menghormati St. Antonius. Ratu berpendapat bahwa St. Antonius adalah orang yang paling tepat untuk menjadi Uskup Agung Santiago, Kuba. Karya kerasulannya di Kuba menjadi suatu pengalaman selama tujuh tahun yang mendebarkan. Uskup Agung Antonius mengunjungi paroki-paroki, berkhotbah menentang kejahatan sosial, terutama perbudakan. Ia memberkati pernikahan serta membaptis anak-anak. Ia seorang pembaharu dan karenanya mempunyai banyak musuh. Beberapa kali ia menerima ancaman pembunuhan. Namun demikian, ancaman tersebut tidak mampu menghalangi karyanya yang mengagumkan itu hingga ia dipanggil kembali ke Spanyol pada tahun 1857.
Selama menjadi imam, St Antonius juga memimpin sebuah seminari di Madrid. Ia mendirikan sekolah St. Mikhael untuk memajukan karya seni dan kesusasteraan dan bahkan berusaha mendirikan sebuah sekolah pertanian. Ia pergi ke Roma untuk membantu mempersiapkan Konsili Vatikan Pertama pada tahun 1869 dan wafat pada tahun 1870. St. Antonius Maria Claret dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1950.

26.    St. Simon dan St. Yudas Tadeus
Kedua orang rasul Yesus ini kita rayakan pestanya pada hari yang sama. St. Simon disebut “orang Zelot (setia)” karena ia amat taat kepada hukum Yahudi. Suatu ketika, Simon dipanggil oleh Yesus untuk menjadi rasul-Nya. Simon menyerahkan jiwanya serta mengerahkan tenaganya untuk mewartakan Injil. Bersama para rasul yang lain, Simon menerima karunia Roh Kudus pada hari Pentakosta. Kemudian, menurut tradisi, ia pergi ke Mesir untuk mewartakan iman. Selanjutnya, ia pergi ke Persia bersama dengan rasul St. Yudas, dan keduanya wafat sebagai martir di sana.
St. Yudas disebut juga Tadeus, artinya “si pemberani”. Yudas-lah yang mengajukan kepada Kristus pertanyaan yang terkenal pada Perjamuan Malam Terakhir. Yesus mengatakan: “Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” St. Yudas bertanya, “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” Jawab Yesus, "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”
St. Yudas dikenal sebagai santo pelindung “perkara yang sulit atau hampir tidak ada harapannya.” Umat beriman mohon bantuan doanya ketika tampaknya hampir tidak ada harapan sama sekali atas persoalan mereka. Seringkali Tuhan menjawab doa-doa mereka oleh karena bantuan doa rasul yang terkasih ini.

27.    St. Alfonsus Rodriquez
Orang kudus dari Spanyol ini dilahirkan pada tahun 1553. Ia mengambil alih usaha jual beli kain wol milik keluarganya ketika usianya duapuluh tiga tahun. Tiga tahun kemudian ia menikah. Tuhan mengaruniakan kepada Alfonsus dan Maria - isterinya, dua orang anak. Tetapi banyak penderitaan yang kemudian datang menimpa Alfonsus. Usahanya mengalami kesulitan, puterinya yang masih kecil meninggal dunia, disusul oleh isterinya. Sekarang, pengusaha ini mulai berpikir tentang apa yang kira-kira dirancangkan Tuhan baginya. Dari dulu Alfonsus adalah seorang Kristen yang saleh. Tetapi sekarang, ia berdoa, bermatiraga, dan menerima sakramen-sakramen lebih banyak dari sebelumnya.
Ketika usianya menjelang empatpuluh tahun, putera Alfonsus meninggal dunia juga. Bukannya membenamkan diri dalam kesedihan, tetapi Alfonsus semakin khusuk berdoa serta memohon karunia percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Segera kemudian Alfonsus mohon diijinkan bergabung dengan Serikat Yesus. Tetapi, ia diberitahu bahwa ia harus belajar terlebih dahulu. Jadi, ia kembali bersekolah. Anak-anak kecil menertawakan Alfonsus. Ia harus meminta-minta untuk makan, sebab ia telah memberikan seluruh uangnya kepada kaum miskin papa. Demikianlah, pada akhirnya Alfonsus diterima sebagai frater dan diberi tugas sebagai penjaga pintu di sebuah seminari Yesuit. “Frater yang itu bukanlah seorang manusia - ia seorang malaikat!” demikian kata superiornya mengenai Alfonsus bertahun-tahun kemudian. Para imam yang mengenalnya selama empat puluh tahun tidak pernah mendapatinya mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak baik. Kebaikan hatinya serta ketaatannya telah diketahui semua orang. Suatu kali, semua kursi dalam biara, bahkan juga kursi-kursi dari kamar tidur, dipergunakan untuk suatu Devosi Empat Puluh Jam. Karena suatu kesalahan, kursi Frater Alfonsus tidak dikembalikan kepadanya hingga tahun berikutnya. Namun demikian, ia tidak pernah mengeluh atau pun membicarakan masalah tersebut kepada siapa pun.
Selama masa hidupnya yang panjang, St. Alfonsus harus menaklukan pencobaan-pencobaan yang berat. Selain itu, ia juga mengalami penderitaan jasmani yang menyakitkan. Bahkan pada saat ia terbaring mendekati ajalnya, ia harus melewatkan setengah jam lamanya bergumul dengan penderitaan yang luar biasa. Kemudian, sesaat sebelum wafat, ia dipenuhi dengan damai dan sukacita. Ia mencium Salibnya dan memandang teman-teman sebiaranya dengan penuh kasih. St. Alfonsus wafat pada tahun 1617 dengan nama Yesus di bibirnya.


28.    St. Martinus de Porres
Martinus dilahirkan di Lima, Peru pada tahun 1579. Ayahnya seorang bangsawan Spanyol. Ibunya seorang budak yang telah dibebaskan dari Panama. Ayah Martinus pada mulanya menelantarkan Martinus bersama ibu dan saudarinya di Peru. Mereka amat sangat miskin.
Martinus tumbuh menjadi seorang pemuda yang baik serta saleh. Ia belajar usaha pangkas rambut. Ia juga belajar cara mengobati berbagai macam penyakit sesuai dengan pengobatan pada masa itu. Pada akhirnya, ayah Martinus memutuskan untuk memperhatikan pendidikan puteranya. Tetapi, Martinus telah bertekad untuk mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan sebagai seorang Frater Dominikan. Segera saja Frater Martinus membuktikan bahwa ia seorang religius yang luar biasa. Tidak seorang pun yang lebih lembut hati atau lebih taat atau lebih kudus daripadanya. Tidak lama kemudian, ia mulai mengadakan mukjizat juga! Ia menyembuhkan begitu banyak orang sakit hingga semua orang di kota Lima akan datang kepada Frater Martin apabila ada sanak atau keluarga mereka yang sakit. Frater Martinus menyambut mereka semua, tidak peduli mereka berkulit hitam atau pun putih, semua sama baginya. Ia mengasihi semua orang sebagai saudara serta saudarinya dalam Kristus. Sejumlah besar uang dipercayakan kepada Frater yang baik hati serta penuh cinta kasih ini untuk karya amal kasihnya.
Bahkan hewan-hewan pun tidak luput dari perhatian serta cinta kasih santo yang lembut hati ini. Ia mengijinkan tikus-tikus berkeliaran dengan berkata, “Makhluk-makhluk kecil yang malang ini tidak punya cukup makanan.” Di rumah saudarinya, Martinus menyediakan sebuah “rumah bagi para kucing serta anjing pengembara.”
Meskipun ia menjadi seorang yang amat terkenal di Lima, St. Martinus selalu rendah hati dan menganggap dirinya tidak berarti. Malahan, nama yang diberikan kepada dirinya sendiri adalah “Frater Sapu.” Martinus wafat pada tanggal 3 November 1639. Jenazah orang kudus yang dikasihi ini dihantar ke tempat pemakaman oleh para uskup serta para bangsawan. Mereka semua ingin menyampaikan rasa hormat mereka kepada frater yang rendah hati serta kudus ini. St. Martinus dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes XXIII pada tahun 1962.

29.    St. Karolus Borromeus
Karolus hidup pada abad keenambelas. Ia adalah putera seorang bangsawan Italia yang kaya. Sama seperti para pemuda kaya lainnya, ia bersekolah di Universitas Pavia. Tetapi, tidak seperti kebanyakan dari mereka, ia tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang mengundang dosa. Karolus terkesan sebagai murid yang lamban karena ia tidak dapat berbicara dengan lancar, tetapi sungguh ia memperoleh kemajuan yang menggembirakan.
Usianya baru dua puluh tiga tahun ketika pamannya, Paus Pius IV, menyerahkan banyak tugas penting kepadanya. Karolus berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Namun demikian, ia senantiasa cemas kalau-kalau ia semakin jauh dari Tuhan karena banyaknya godaan di sekelilingnya. Oleh sebab itulah, ia berlatih menyangkal diri terhadap segala kesenangan dan senantiasa berusaha untuk rendah hati serta sabar. Sebagai seorang imam, dan kemudian Uskup Agung Milan, St. Karolus menjadi teladan bagi umatnya. Ia menyumbangkan sejumlah besar uang kepada kaum miskin. Ia sendiri hanya memiliki sehelai jubah lusuh berwarna hitam. Tetapi, di hadapan umum, ia berpakaian seperti layaknya seorang kardinal. Ia ambil bagian dalam upacara-upacara Gereja dengan penuh hormat dan wibawa. 
Penduduk kota Milan mempunyai banyak kebiasaan buruk, mereka juga percaya takhayul. Dengan peraturan-peraturan yang bijakasana, dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, serta dengan teladan hidupnya sendiri yang mengagumkan, St. Karolus menjadikan keuskupannya teladan bagi pembaharuan gereja seluruhnya. Ia tidak pernah dapat berbicara dengan lancar - umat hampir-hampir tidak dapat mendengarkannya - namun demikian kata-kata yang diucapkannya menghasilkan perubahan.
Ketika suatu wabah ganas menyerang dan mengakibatkan banyak kematian di Milan, Kardinal Borromeus tidak memikirkan hal lain kecuali merawat umatnya. Ia berdoa dan bermatiraga. Ia membentuk kelompok-kelompok umat yang membantunya membagikan makanan bagi mereka yang kelaparan. Ia bahkan mendirikan altar di jalan-jalan agar orang-orang yang sakit itu dapat ikut ambil bagian dalam Perayaan Ekaristi lewat jendela rumah mereka. Orang besar ini tidak pernah terlalu sibuk untuk menolong rakyat sederhana. Suatu ketika ia menghabiskan waktunya untuk menemani seorang bocah penggembala hingga bocah tersebut dapat berdoa Bapa Kami dan Salam Maria. Menjelang ajalnya, pada usia empat puluh enam tahun, St. Karolus dengan tenang dan damai berkata, “Lihat, aku datang!” St. Karolus Borromeus wafat pada tanggal 3 November 1584 dan dinyatakan kudus oleh Paus Paulus V pada tahun 1610.

30.    St. Theophane Venard
Bahkan semasa mudanya, imam Perancis yang kudus ini telah berangan-angan untuk menjadi seorang martir. Ia bersekolah untuk menjadi seorang imam. Kemudian ia masuk seminari untuk para misionaris di Paris, Perancis. Keluarganya, yang sangat ia kasihi, teramat sedih memikirkan bahwa kelak, setelah menjadi imam, ia akan meninggalkan mereka. Pada masa itu perjalanan tidaklah semudah seperti sekarang ini. Theophane sadar bahwa perjalanannya menyeberangi samudera luas ke Timur hampir dapat dipastikan akan memisahkannya dari keluarganya sepanjang hidupnya.
“Saudariku tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir, terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”
Setelah ditahbiskan menjadi imam, Theophane berangkat ke Hong Kong. Ia mulai berlayar pada bulan September 1852. Ia belajar beberapa bahasa asing selama lebih dari setahun di sana. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Tongking. Dua rintangan menghambat karya misionaris kita yang penuh semangat ini, yaitu: kesehatannya yang buruk dan penganiayaan yang dahsyat. Tetapi ia terus berjuang dengan gigih. Sering ia menulis kepada saudarinya yang terkasih di Perancis tentang segala petualangan serta pengalamannya meloloskan diri dari para penganiayanya. Akhirnya, setelah dengan gigih melayani banyak umat Kristiani di Tongking, Theophane tertangkap juga. Ia dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua bulan.
Sikapnya yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti saudara-saudaraku yang lain.” Namun demikian, simpati mereka tidaklah dapat menyelamatkan nyawanya. Setelah St. Theophane dipenggal kepalanya, kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya (sebagai reliqui). St. Theophane wafat sebagai martir pada tanggal 2 Februari 1861. Pastor Venard dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Juni 1988. Ia adalah salah seorang dari Para Martir Vietnam yang pestanya dirayakan pada tanggal 24 November.

31.    St. Theodorus Tiro
Theodorus hidup pada abad ketiga. Baru saja ia diterima sebagai prajurit dalam ketentaraan Romawi ketika ia harus mati demi imannya. Meskipun masih muda, Theodorus tahu bagaimana menjaga agar jiwanya bersih dan kudus. Ia seorang yang bijaksana yang sungguh mengganggap setan sebagai musuh utamanya. Ketika pasukannya berkemah selama musim dingin di daerah Pontus, semua prajurit ikut ambil bagian dalam upacara penyembahan dewa-dewi kafir. Karena ia seorang Kristen, ia tahu bahwa dewa-dewi itu tidak ada. Jadi, Theodorus menolak ikut serta dalam upacara-upacara mereka. Maka, Theodorus ditangkap.
“Berani benar engkau menganut agama yang diancam oleh kaisar dengan hukuman mati!” tuntut sang gubernur. Tanpa ragu, prajurit muda itu menjawab, “Saya tidak mengenal dewa-dewi tuan. Yesus Kristus, Putra Tunggal Allah, Dia-lah Tuhan-ku. Jika tuan menganggap jawaban saya sebagai suatu penghinaan, silakan tuan potong lidah saya. Setiap bagian tubuh saya siap menderita jika Tuhan menghendaki pengurbanan yang demikian.”
Para hakim kafir meloloskan Theodorus sekali itu. Kemudian, ia ditangkap kembali. Para hakim mula-mula berusaha membujuknya dengan lemah-lembut. Ketika usaha tersebut gagal, mereka berusaha menakut-nakutinya dengan menyebutkan segala siksa dan aniaya yang harus ia tanggung. Pada akhirnya, mereka menyerahkan Theodorus kepada para algojo.
Ketika prajurit yang telah disiksa dengan aniaya itu dibawa kembali ke penjara, beberapa orang mengatakan bahwa malaikat-malaikat datang untuk menghiburnya. Setelah diinterogasi tiga kali, akhirnya Theodorus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup pada tahun 306. Sebuah gereja yang indah kelak didirikan untuk menghormati abunya. Banyak orang datang ke sana untuk mohon bantuan doa sang martir.

32.    St. Leo Agung
St. Leo, seorang Romawi, hidup pada abad kelima. Setelah wafatnya Paus Sixtus, ia diangkat menjadi paus. Masa-masa itu adalah masa-masa sulit bagi Gereja. Di mana-mana pasukan barbar menyerang umat Kristiani. Dalam Gereja sendiri, beberapa orang menyebarluaskan ajaran iman yang sesat pula. Tetapi, St. Leo adalah seorang paus yang amat mengagumkan. Ia sama sekali tidak takut akan apa pun atau siapa pun. Ia mengandalkan bantuan paus yang pertama, St. Petrus Rasul. St. Leo sering mohon bantuan doanya.
Untuk menghentikan pengajaran iman yang sesat, St. Leo menjelaskan ajaran iman yang benar melalui tulisan-tulisannya yang terkenal. Ia mengadakan Konsili untuk mengutuk ajaran-ajaran yang sesat. Mereka yang tidak mau berbalik dari ajaran mereka yang sesat dikucilkan dari Gereja. Tetapi, Paus Leo menerima kembali mereka yang menyesal dan ingin kembali ke pelukan Gereja. Ia mengajak umatnya untuk berdoa bagi mereka.
Ketika suatu pasukan barbar yang amat besar, yang disebut bangsa Hun, datang untuk menyerang kota Roma, semua penduduk Roma merasa takut dan ngeri. Mereka tahu bahwa bangsa Hun telah membakar habis banyak kota. Untuk menyelamatkan Roma, St. Leo pergi menemui pemimpin mereka yang garang, Attila. Satu-satunya senjata yang ada padanya hanyalah mengandalkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ketika kedua pemimpin itu saling bertemu, sesuatu yang menakjubkan terjadi. Attila, pemimpin kafir yang kejam itu, menunjukkan rasa hormat yang besar kepada paus. Ia mengikat perjanjian damai dengannya. Sesudah peristiwa itu, Attila mengatakan bahwa ia melihat dua sosok yang amat besar berdiri di samping paus pada saat ia berbicara. Umat yakin bahwa kedua sosok tersebut adalah kedua rasul besar, Petrus dan Paulus. Mereka diutus Tuhan untuk melindungi Paus Leo dan segenap umat Kristiani.
Oleh karena kerendahan hati dan belaskasihnya, Paus Leo dikasihi oleh semua orang. Ia menjadi paus selama duapuluh satu tahun. St. Leo wafat pada tanggal 10 November 461.

33.    St. Laurensius O'Toole
Laurensius dilahirkan di Irlandia pada tahun 1128. Ayahnya seorang pejabat. Ketika usianya baru sepuluh tahun, seorang raja tetangga menyerang wilayah kekuasaan ayahnya dan membawanya pergi. Anak itu menderita selama dua tahun lamanya. Kemudian ayahnya memaksa raja untuk menyerahkan Laurensius kepada seorang uskup. Ketika raja memenuhi permintaannya, ayahnya segera datang menemui putranya. Dengan penuh syukur dan sukacita, ia membawa Laurensius pulang ke rumah.
Ayahnya ingin agar salah seorang puteranya melayani dan mengabdi Gereja. Ketika sedang bertanya-tanya siapakah gerangan yang akan memenuhi keinginannya itu, dengan tertawa Laurensius mengatakan kepada ayahnya agar jangan bingung lagi. “Itulah kerinduanku,” kata Laurensius, “bagian warisanku adalah melayani Tuhan dalam Gereja-Nya.” Maka, ayahnya membimbing tangannya dan menyerahkannya kepada uskup. Laurensius menjadi seorang imam dan abbas (= pemimpin biara) sebuah biara yang besar. Suatu ketika, terjadilah paceklik di mana bahan pangan sulit didapatkan di seluruh daerah sekitar biara. Abbas yang baik itu membagi-bagikan sejumlah besar bahan makanan agar penduduk terhindar dari bahaya kelaparan.
Laurensius juga harus menangani banyak masalah sehubungan dengan jabatannya sebagai pemimpin biara. Sebagian biarawan mengkritiknya karena terlalu disiplin. Meskipun demikian, Laurensius tetap membimbing komunitasnya dengan cara laku silih dan matiraga. Ada juga masalah dengan para penyamun dan perompak yang tinggal di bukit-bukit sekitarnya. Walaupun begitu, tidak ada suatu pun yang membuat Laurensius O'Toole gentar.
Laurensius menjadi begitu terkenal hingga tak lama kemudian ia dipilih sebagai Uskup Agung Dublin. Dalam kedudukannya yang baru itu, ia hidup kudus sepanjang hidupnya. Setiap hari, ia mengundang kaum fakir miskin untuk menjadi tamu kehormatannya. Di samping itu, ia memberikan pertolongan kepada banyak orang lain juga. Laurensius sangat mencintai umatnya dan negaranya, Irlandia, dan ia melakukan segalanya untuk menjadikannya damai sejahtera. Suatu ketika, seorang gila menyerang Laurensius ketika ia hendak naik ke altar untuk mempersembahkan Misa. Laurensius jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Namun, segera saja ia siuman kembali. Saat itu juga dibasuhnya luka-lukanya, lalu langsung mempersembahkan Misa.
Setelah tahun-tahun pengabdian bagi Gereja, St. Laurensius O'Toole sakit parah. Ketika ditanya apakah ia hendak menuliskan surat wasiat, uskup agung yang kudus itu tersenyum. Jawabnya, “Tuhan tahu bahwa aku tidak memiliki apa-apa di dunia ini.” Sejak lama ia telah memberikan segala yang ia miliki kepada orang-orang lain, sama seperti ia telah memberikan dirinya seutuhnya kepada Tuhan. St. Laurensius O'Toole wafat pada tanggal 14 November 1180. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Honorius III pada tahun 1225.

34.    St. Albertus Agung
St. Albertus hidup pada abad ketigabelas. Ia dilahirkan di sebuah kastil di Sungai Danube di Swabia (Jerman barat daya). Albertus belajar di Universitas Padua di Italia. Di sana ia memutuskan untuk menjadi seorang Dominikan. Pamannya berusaha membujuknya untuk tidak memenuhi panggilan religiusnya. Namun demikian, Albertus tetap pada pendiriannya. Ia merasa bahwa itulah yang Tuhan kehendaki. Ayahnya, pangeran Bollstadt, amat marah. Para Dominikan khawatir kalau-kalau ayahnya akan membawa Albertus pulang kembali ke rumah. Oleh karena itu, mereka mengirim Albertus, yang masih menjadi novis, ke suatu tempat yang jauh. Tetapi ternyata ayahnya tidak datang untuk menjemputnya.
St. Albertus sangat senang belajar. Ia suka ilmu pengetahuan alam, terutama fisika, geografi dan biologi. Semuanya itu amat menarik baginya. Ia juga senang memperdalam pengetahuan tentang agama Katolik dan Kitab Suci. Ia biasa mengamati perilaku binatang-binatang serta menuliskan apa yang ia amati, sama seperti yang dilakukan para ilmuwan sekarang. St. Albertus menulis banyak sekali buku-buku tentangnya. Ia juga menulis tentang filosofi dan merupakan seorang guru yang popular di berbagai sekolah.
Salah satu murid St. Albertus adalah St. Thomas Aquinas yang hebat itu. Dikatakan bahwa St Albertus mengetahui kematian St. Thomas langsung dari Tuhan. Ia telah membimbing St. Thomas pada awal karya-karya besarnya di bidang filosofi dan theologi. Ia jugalah yang mempertahankan ajaran-ajaran St. Thomas setelah ia wafat.
Semakin bertambah umur, St. Albertus semakin kudus. Sebelumnya, ia telah mengungkapkan pemikiran-pemikirannya yang mendalam dalam tulisan-tulisannya. Sekarang, ia mengungkapkan pemikiran-pemikirannya yang mendalam tersebut dalam seluruh cara hidupnya yang hanya bagi Tuhan.

35.    St. Margareta dari Skotlandia
Margereta adalah seorang Putri Kerajaan Inggris yang dilahirkan pada tahun 1046. Ia dan ibunya berlayar ke Skotlandia untuk melarikan diri dari raja yang berhasil menguasai tanah mereka. Raja Malcolm dari Skotlandia menyambut mereka. Raja jatuh cinta kepada putri yang cantik jelita itu. Tak lama kemudian, Margareta dan Malcolm pun menikah.
Sebagai seorang ratu, Margareta membawa banyak perubahan baik bagi suami dan negaranya. Malcolm seorang yang baik, tetapi ia dan para anggota istananya amat kasar. Ketika dilihat raja betapa bijaksana isterinya itu, raja bersedia mendengarkan nasehat-nasehat baik isterinya. Margaret membantu raja untuk menguasai diri dan melatih keutamaan-keutamaan Kristiani. Ia menjadikan istananya indah serta tahu sopan santun. Raja dan ratu menjadi teladan yang mengagumkan, oleh karena cara mereka berdoa bersama serta cara mereka memperlakukan satu sama lain. Mereka membagikan makanan kepada kaum miskin papa. Mereka berdua berusaha keras untuk meneladani Yesus dalam hidup mereka.
Margareta merupakan berkat bagi seluruh rakyat Skotlandia. Sebelum ia datang, rakyat amat bodoh. Banyak di antara mereka yang mempunyai kebiasaan buruk yang menghalangi mereka untuk dekat kepada Tuhan. Margareta berjuang keras mendapatkan guru-guru yang baik untuk membantu rakyatnya memperbaiki kebiasaan-kebiasaan mereka yang buruk itu. Ia dan Malcolm mendirikan gereja-gereja baru. Ratu senang menghiasi gereja-gerejanya dengan indah sebagai ungkapan rasa hormatnya kepada Tuhan. Malahan, Ratu Margareta sendiri yang menyulam sebagian jubah-jubah liturgi para imam. Margareta dan Malcolm dianugerahi enam putera serta dua puteri. Mereka amat mengasihi putera dan puteri mereka. Putera bungsunya kelak menjadi St. David. Tetapi, Margareta mengalami saat-saat sedih juga. Pada saat sakitnya yang terakhir, ia mendengar kabar bahwa suami beserta puteranya, Edward, terbunuh dalam perang. Mereka meninggal hanya empat hari sebelum Margareta sendiri meninggal dunia. St. Margareta wafat pada tanggal 16 November 1093. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Inosensius IV pada tahun 1250.

36.    St. Gertrude
Gertrude masuk sebuah biara di Saxony ketika ia masih amat muda. Di bawah bimbingan St. Mechtildis, ia tumbuh menjadi seorang biarawati yang riang gembira dan kudus. Sr. Gertrude seorang yang menyenangkan serta cerdas. Ia menguasai bahasa Latin dengan amat baik. Sesungguhnya, pada mulanya ia kurang suka belajar agama dan juga mata pelajaran yang lain. Tetapi, ketika ia berusia duapuluh enam tahun, Yesus menampakkan diri kepadanya. Yesus berkata bahwa mulai saat itu, Sr. Gertrude hanya akan berpikir tentang mengasihi-Nya serta berusaha untuk hidup kudus. Sekarang, Sr. Gertrude mulai belajar Kitab Suci dengat antusias. Pengetahuannya tentang agama Katolik kita yang kudus menjadi semakin luas.
Yesus menampakkan diri kepada St. Gertrude banyak kali. Yesus menunjukkan kepadanya Hati Kudus-Nya. Dua kali Ia mengijinkan St. Gertrude mengistirahatkan kepalanya di Hati-Nya yang kudus. Oleh karena kasihnya yang amat besar kepada Yesus, Pengantin Ilahi-nya, St. Gertrude berusaha untuk memperbaiki kelemahan-kelemahannya dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ia percaya kepada Yesus dengan segenap hatinya dan karenanya senantiasa dipenuhi rasa damai dan sukacita.
St. Gertrude mempunyai devosi yang mendalam kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Ia senang sekali menerima Komuni Kudus sesering mungkin, meskipun pada masa itu, hal demikian masih belum umum. St. Gertrude juga amat berdevosi kepada St. Yusuf, bapa asuh Yesus. Ia menulis banyak doa yang amat indah. Setelah menderita selama sepuluh tahun, akhirnya suster yang kudus ini bersatu dengan Hati Yesus Yang Mahakudus, yang menjadikan-Nya pengantinnya.

37.    St. Elizabeth dari Hungaria
Elizabeth ialah puteri raja Hungaria. Ia dilahirkan pada tahun 1207. Elizabeth dinikahkan dengan Louis, penguasa Thuringia, ketika ia masih amat muda. (Kita merayakan pesta Beato Louis pada tanggal 11 September). Elizabeth seorang mempelai yang cantik, yang amat mengasihi suaminya yang tampan. Louis membalas kasih isterinya dengan segenap hatinya. Tuhan mengaruniakan kepada mereka tiga anak dan mereka hidup berbahagia selama enam tahun.
Kemudian, mulailah penderitaan St. Elizabeth. Louis wafat karena suatu wabah penyakit. Elizabeth demikian pilu hatinya hingga ia berseru: “Dunia sudah mati untukku, dunia beserta segala kesenangannya.” Sanak-saudara Louis tidak pernah menyukai Elizabeth karena ia biasa membagikan banyak makanan kepada kaum miskin. Semasa Louis masih hidup, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi sekarang, mereka dapat dan mereka melakukannya. Segera saja, puteri yang cantik serta lemah lembut ini beserta ketiga anaknya diusir dari kastil. Mereka menderita kelaparan serta kedinginan. Namun, Elizabeth tidaklah mengeluh akan penderitaannya yang berat itu. Malahan ia mengucap syukur kepada Tuhan dan berdoa dengan lebih tekun. Elizabeth menerima penderitaannya sama seperti ia menerima kabahagiaannya.
Sanak-saudara Elizabeth datang menolongnya. Ia beserta anak-anaknya mempunyai tempat tinggal kembali. Pamannya menghendaki agar Elizabeth menikah lagi, karena ia masih muda dan menarik. Tetapi orang kudus ini telah bertekad untuk mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Ia ingin meneladani semangat kemiskinan St. Fransiskus. Elizabeth kemudian tinggal di sebuah desa miskin dan menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan melayani mereka yang sakit serta miskin. Ia bahkan pergi memancing sebagai usaha untuk memperoleh tambahan uang bagi kaum miskin yang dikasihinya. St. Elizabeth baru berusia duapuluh empat tahun ketika ia wafat. Menjelang ajalnya, orang dapat mendengarnya bersenandung pelan di atas pembaringannya. Ia yakin betul bahwa Yesus akan membawanya kepada-Nya. Elizabeth wafat pada tahun 1231.

38.    St. Rosa Philippine Duchesne
Orang kudus ini berkarya bagi Yesus di Amerika Serikat. Rosa dilahirkan dalam sebuah keluarga Perancis yang kaya pada tahun 1769. Sebagai remaja, tidak ada kekudusan khusus dalam diri Rosa. Malahan, seringkali ia berusaha keras agar kehendaknya dipenuhi. Ia memerintah siapa saja untuk melakukan apa yang ia inginkan. Di sekolah, mata pelajaran yang paling disukainya adalah sejarah. Kemudian ia menjadi amat tertarik pada cerita-cerita tentang suku Pribumi Amerika. Pada usia tujuhbelas tahun, Rosa masuk biara. Ketika saatnya tiba, ia tidak dapat mengucapkan kaulnya karena Revolusi Perancis. Semua biarawati dipaksa oleh kaum revolusioner untuk meninggalkan negeri, sebab itu Rosa kembali kepada keluarganya. Meskipun begitu, Rosa tidak menyerah pada keinginannya untuk menjadi milik Yesus. Beberapa tahun kemudian, Rosa bergabung dengan ordo religius yang baru dibentuk yaitu Hati Kudus Yesus.
Kerinduan Moeder Rosa Philippine Duchesne adalah menjadi seorang misionaris. Tetapi, usianya telah lima puluh tahun sebelum akhirnya ia diutus ke Amerika. Pada waktu itu Amerika masih merupakan tanah misi. Di Mississippi, ia dan sekelompok kecil para biarawati mendirikan sebuah sekolah bebas biaya bagi kaum miskin. Pekerjaan itu amat berat oleh karena perbedaan bahasa serta adat-istiadat. Walaupun demikian, Moeder Duchesne tidak pernah kehilangan semangat mudanya. Sementara ia bertambah tua, ia semakin kurang memerintah dan menjadi lebih lembut. Moeder Duchesne sungguh merupakan seorang pahlawan yang tegar menghadapi tantangan perjalanan yang berbahaya. Ia bahkan hampir mati karena demam kuning. Moeder Duchesne berhasil mengatasi berbagai macam halangan untuk mendirikan biara-biara baru di Dunia Baru. Kemudian, ketika usianya tujuhpuluh satu tahun, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Superior. Ia berangkat untuk mendirikan sekolah bagi kaum pribumi yang dikasihinya. Moeder Duchesne wafat pada tahun 1852 pada usia delapanpuluhtiga tahun dan dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1988.

39.    St. Edmund
Edmund adalah seorang raja Inggris yang hidup pada abad kesembilan. Ia menjadi raja ketika usianya baru empatbelas tahun. Namun demikian, jabatan yang tinggi itu tidak menjadikannya congkak atau pun sombong. Sebaliknya, ia menjadikan Raja Daud -tokoh Perjanjian Lama- sebagai teladan hidupnya. Edmund berusaha untuk melayani Tuhan sebaik-baiknya seperti yang telah dilakukan Daud. Edmund bahkan menghafalkan mazmur-mazmur Daud di luar kepala. Mazmur adalah nyanyian puji-pujian indah kepada Tuhan yang ada dalam Kitab Suci.
Raja Edmund memerintah dengan bijaksana, dengan menunjukkan belas kasihan kepada segenap rakyatnya. Ketika pasukan barbar Denmark menyerang negerinya, ia berperang melawan mereka dengan gagah berani. Pasukan musuh jauh lebih besar dan lebih kuat daripada pasukannya. Akhirnya, raja Inggris itu tertangkap. Pemimpin barbar bersedia menyelamatkan nyawanya jika ia setuju dengan beberapa syarat yang mereka ajukan. Tetapi, oleh karena persyaratan-persyaratan tersebut menentang negara dan agamanya, raja menolak. Raja dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak akan pernah menyelamatkan nyawanya dengan menghina Tuhan dan rakyatnya. Karena geram, pemimpin kafir itu menjatuhkan hukuman mati kepadanya. St. Edmund diikatkan ke sebatang pohon dan dicambuki dengan kejam. Raja yang kudus itu menerima siksaannya dengan sabar, sambil menyebutkan nama Yesus untuk memberinya kekuatan. Kemudian, para penyiksanya membidikkan panah-panah ke seluruh bagian tubuhnya. Para pemanah itu membidik dengan hati-hati agar tidak mengenai bagian tubuhnya yang vital, sehingga penderitaannya dapat diperpanjang. Pada akhirnya, St. Edmund dipenggal kepalanya. Raja Edmund meninggal pada tahun 870.
Devosi kepada St. Edmund sang martir menjadi demikian populer di Inggris. Banyak gereja didirikan untuk menghormatinya.

40.    St. Sesilia
Santa pelindung musik ini hidup pada masa awal Gereja. Sesilia adalah seorang gadis bangsawan Romawi yang telah mempersembahkan hatinya kepada Kristus. Dibawah gaun-gaunnya yang indah, seperti yang biasa dikenakan oleh para wanita bangsawan, Sesilia mengenakan sehelai baju kasar yang membuatnya menderita. Sesilia ingin mempersembahkan silihnya itu kepada Yesus, Pengantin yang telah dipilihnya. Tetapi, ayah Sesilia menikahkannya dengan seorang pemuda bangsawan kafir. Dikisahkan bahwa pada saat perayaan pernikahan berlangsung, pengantin yang cantik itu duduk menyendiri. Di dalam hatinya, ia menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan serta berdoa memohon pertolongan-Nya. Ketika ia dan Valerianus, suaminya, tinggal sendiri, ia memberanikan diri berkata kepada suaminya: “Aku mempunyai suatu rahasia yang hendak kukatakan kepadamu. Ketahuilah bahwa aku mempunyai seorang malaikat Allah yang menjagaiku. Dan jika engkau memperkenankan aku memegang janjiku untuk menjadi pengantin Kristus saja, maka malaikatku akan mengasihimu seperti ia mengasihiku.”
Valerianius amat terperanjat, ia berkata dengan lembut, “Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.”
Kata Sesilia, “Jika engkau percaya akan Allah yang satu dan benar serta menerima air pembaptisan, maka engkau akan melihat malaikatku.” Kemudian Valerian pergi menemui Uskup Urban yang menerimanya dengan gembira. Setelah menyatakan pengakuan iman Kristiani, Valerianus dibaptis dan pulang kembali kepada St. Sesilia. Di sana, disamping isterinya, pemuda itu melihat malaikat yang menakjubkan.
Tiburtius, saudara Valerianus, belajar iman Kristiani dari Sesilia. St. Sesilia mengisahkan Yesus dengan begitu indahnya hingga tak lama kemudian Tiburtius pun dibaptis juga. Bersama-sama, kedua pemuda itu melakukan banyak perbuatan amal kasih. Ketika mereka ditangkap oleh karena menjadi murid Krsitus, dengan berani mereka memilih mati daripada mengingkari iman mereka kepada Yesus. Dengan kasih sayang St. Sesilia menguburkan jenasah mereka, sebelum akhirnya ia sendiri ditangkap. Sesilia mempertobatkan para petugas yang berusaha membujuknya untuk mempersembahkan korban bakaran kepada berhala. Ketika Sesilia dibakar dalam kobaran api, api tidak menyakitinya. Akhirnya, seorang ditugaskan untuk memenggal kepala Sesilia. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Sesilia, Sesilia rebah tetapi tidak langsung tewas. Ia tergeletak di lantai rumahnya sendiri tak mampu bergerak. Meskipun begitu, dengan mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain, ia masih menyatakan imannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus.

41.    B. Mikael Agustinus Pro
Mikael Pro dilahirkan di Guadalupe, Meksiko pada tahun 1891. Ia merupakan seorang martir dari abad keduapuluh. Penganiayaan yang dilakukan oleh pemerintah Meksiko terhadap Gereja dimulai pada tahun 1910. Mikael menjalani masa novisiat (masa percobaan 1-2 tahun, sebagai latihan rohani sebelum mengucapkan kaul biara) di Serikat Yesus pada tahun 1911. Waktu itu ia seorang pemuda berusia duapuluh tahun, murah hati, pemberani serta penuh semangat. Tahun 1914 revolusi semakin hebat. Para novis Yesuit diungsikan ke luar negeri. Mereka dikirim ke seminari-seminari di luar negeri untuk menempuh pendidikan mereka. Mikael menyelesaikan pendidikan imamnya di Belgia dan ditahbiskan pada tahun 1926. Kesehatan imam muda ini amat buruk. Terutama ia mengalami sakit perut berkepanjangan. Kepulangannya ke Meksiko merupakan sukacita di satu pihak dan derita di lain pihak. Ia melihat bagaimana rakyat ditindas oleh pemerintah yang seharusnya melayani mereka. Pastor Pro menyadari bahwa ia dapat memberikan penghiburan rohani kepada mereka. Ia dapat memberikan pengampunan bagi dosa-dosa mereka melalui Sakramen Rekonsiliasi. Ia dapat memberikan Yesus dalam Ekaristi supaya menjadi sumber kekuatan bagi mereka. Dan itu semua ia lakukan. Mikael sangat pintar menyamar. Ia menyelinap keluar masuk bangunan dan ruangan dan kehidupan. Ia selalu saja nyaris tertangkap, ketika kemudian tiba-tiba ia menghilang.
Pastro Pro melaksanakan pelayanan imamatnya dengan berani hingga 23 November 1927. Ia tertangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh karena ia seorang imam Katolik. Pastor Pro menghadapi regu tembak dengan berani dan merentangkan kedua belah tangannya hingga seluruh tubuhnya menyerupai sebuah salib yang hidup. Kemudian ia berseru dengan suara lantang dan nyaring: "Viva Cristo Rey!" (Hidup Kristus sang Raja!)
Presiden Calles melarang pemakaman secara umum bagi Pastor Pro. Ia bahkan mengancam akan menghukum siapa saja yang menghadiri pemakaman imam yang dihukum mati tersebut. Meskipun begitu, umat bergerombol di sepanjang jalan yang akan dilewati jenasah Pastor Pro. Mereka berdiri sambil berdoa dalam hati, mengucap syukur kepada Tuhan oleh karena hidup dan kesaksian Mikael Pro. Pastor Pro dinyatakan “beato” oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 25 September 1988.

42.    St. Andreas Dung-Lac, dkk
Para misionaris Kristen pertama kali membawa iman Katolik ke Vietnam pada abad keenambelas. Pada abad ketujuhbelas, kedelapanbelas dan kesembilanbelas, umat Kristiani menderita penganiayaan oleh karena iman mereka. Banyak di antara mereka yang wafat sebagai martir, terutama dalam masa pemerintahan Kaisar Minh-Mang (1820-1840). Termasuk di antara mereka seratus tujuhbelas martir yang kita rayakan hari ini. Mereka dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Juni 1988.
Keseratus tujuhbelas martir tersebut terdiri dari sembilanpuluh enam orang Vietnam, 11 orang Spanyol serta sepuluh orang Perancis. Delapan orang di antara mereka adalah Uskup, limapuluh orang adalah Imam dan limapuluh sembilan orang lainnya adalah umat Katolik awam. Sebagian dari antara para imam tersebut adalah imam Dominikan, sedangkan yang lainnya adalah imam praja dari Serikat Misi Paris. Seorang imam praja seperti mereka yang juga menjadi martir adalah St. Theophane Venard (Kita merayakan pestanya pada tanggal 6 November). St. Andreas Dung-Lac, yang mewakili kelompok pahlawan iman ini, adalah seorang imam praja Vietnam.

43.    S. Katarina dari Alexandria
Katarina hidup pada masa Gereja Perdana. Ia adalah puteri dari pasangan kafir yang kaya di Alexandria, Mesir. Ia seorang gadis yang cantik jelita dengan minat belajar yang mengagumkan. Katarina suka sekali mempelajari pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang filsafat dan agama. Suatu hari, ia mulai membaca tentang agama Kristen. Tak lama kemudian ia sudah menjadi seorang Kristen.
St. Katarina baru berusia delapanbelas tahun ketika Kaisar Maxentius mulai melakukan penganiayaan terhadap umat Kristen. Tanpa gentar sedikit pun, gadis Kristen yang cantik ini menghadap raja untuk mengatakan pendapatnya tentang perbuatan raja yang kejam. Ketika raja berbicara tentang berhala-berhala, Katarina dengan gamblang menunjukkan kepadanya bahwa berhala-berhala itu adalah bohong. Maxentius tidak dapat membantah penjelasan Katarina. Oleh karenanya, ia memerintahkan agar dipanggil lima puluh orang ahli fisafat kafir yang terbaik. Sekali lagi, Katarina-lah yang berhasil membuktikan kebenaran agamanya. Kelimapuluh ahli filsafat itu menjadi yakin bahwa Katarina benar. Karena amat murka, Maxentius membunuh semua ahli filsafat itu. Kemudian, raja mencoba membujuk Katarina dengan menjanjikan mahkota ratu baginya. Ketika Katarina dengan tegas menolaknya, ia memerintahkan agar Katarina disesah dan dijebloskan ke dalam penjara.
Ketika Maxentius pergi, isterinya dan seorang pejabat istana amat penasaran. Mereka ingin mendengar gadis Kristen yang menakjubkan ini berbicara. Maka mereka mendatangi Katarina di penjara. Akibatnya adalah mereka beserta dua ratus pasukan pengawal bertobat. Karena itu, mereka semuanya dijatuhi hukuman mati. Katarina sendiri hendak digilas dengan sebuah roda penuh duri besar dan disiksa hingga tewas. Ketika roda mulai berputar, secara misterius roda terbelah menjadi dua dan hancur berantakan. Pada akhirnya, St. Katarina dihukum penggal. St. Katarina adalah pelindung para ahli filsafat Kristen.

44.    St. Yohanes Berchmans
Orang kudus dari Belgia ini pernah mengatakan, “Jika aku tidak menjadi kudus ketika aku masih muda, maka aku tidak akan pernah menjadi kudus.” Sesungguhnya, Yohanes meninggal pada usia muda, yaitu duapuluh dua tahun dan, tanpa perlu diragukan lagi, ia telah berhasil mencapai harapannya untuk menjadi kudus.
Yohanes dilahirkan pada tahun 1599. Sebagai seorang anak, ia amat dekat dengan ibunya yang sakit. Namun demikian, ia suka juga bergabung dengan teman-teman sebayanya untuk memainkan kisah-kisah yang diambil dari Kitab Suci. Ia terutama amat pintar memainkan adegan Daniel membela Susana yang tidak berdosa. Ketika usianya tigabelas tahun, Yohanes ingin bersekolah untuk menjadi imam. Tetapi, ayahnya -seorang tukang sepatu-, membutuhkan bantuannya untuk ikut menunjang keluarga. Pada akhirnya, Bapak Berchmans memutuskan untuk memperbolehkan Yohanes menjadi pesuruh di pastoran. Dari sana ia dapat langsung pergi mengikuti pelajaran di seminari.
Tiga tahun kemudian, Yohanes Berchmans bergabung dengan Serikat Yesus. Ia berdoa, belajar dengan tekun dan dengan bersemangat memainkan peran-peran dalam drama religius. Ia mempunyai semboyan: “Berilah perhatian besar pada hal-hal kecil,” dan semboyannya itu ia pegang teguh. Semasa hidupnya, St. Yohanes Berchmans tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan besar yang mengagumkan. Tetapi, ia melakukan semua pekerjaan-pekerjaan kecil dengan baik, mulai dari melayani makan hingga menyalin catatan pelajarannya.
Ketika ia jatuh sakit, tidak ada dokter yang dapat menemukan penyakit yang dideritanya. Yohanes tahu bahwa ia akan segera meninggal. Tetapi, ia tetap riang gembira seperti sediakala. Ketika dokter memerintahkan agar keningnya dikompres dengan anggur, Yohanes berkelakar: “Wah, untung saja penyakit yang begitu mahal ini tidak akan berlangsung lama.”
Yohanes Berchmans wafat pada tahun 1621. Mukjizat-mukjizat terjadi pada saat pemakamannya. Segera saja orang mulai menyebutnya santo.

45.    St. Yakobus Intercisus
Yakobus adalah seorang Persia yang hidup pada abad kelima. Raja Yezdigerd I amat sayang kepadanya. Ketika raja mulai melakukan penganiayaan terhadap umat Kristiani, Yakobus tidak punya keberanian untuk mengakui imannya. Ia takut akan kehilangan persahabatan dengan raja. Jadi ia meninggalkan imannya, atau setidak-tidaknya, berpura-pura meninggalkan imannya. Isteri Yakobus dan ibunya amat kecewa. Ketika raja wafat, mereka menulis sepucuk surat yang tegas kepada Yakobus agar mengubah sikapnya. Surat itu berhasil menggugah hati Yakobus. Selama ini ia bersikap pengecut, tetapi di dalam hatinya, ia masih tetap seorang yang baik. Sekarang, Yakobus mulai menjauhi istana. Secara terus terang ia mempersalahkan dirinya karena telah meninggalkan imannya.
Raja yang baru memanggilnya, tetapi kali ini Yakobus tidak bersembunyi. “Aku seorang Kristen,” demikian katanya. Raja menuduh Yakobus sebagai orang yang tidak tahu berterimakasih atas semua penghargaan yang telah diberikan ayahnya, Raja Yezdigerd I, kepadanya. “Dan di manakah ayahmu sekarang?” jawab Yakobus dengan tenang. Raja yang murka mengancam akan menghukum mati Yakobus dengan kejam. Tetapi Yakobus menjawab, “Biarlah aku mati sebagai orang benar.”
Raja dan majelis kerajaan menjatuhkan hukuman siksa dan aniaya hingga tewas kepada Yakobus. Tetapi, kegentaran Yakobus telah lenyap. Katanya, “Kematian ini, yang tampaknya amat mengerikan, tidak ada artinya dibandingkan dengan kehidupan kekal yang akan kuperoleh.” Kemudian ia berkata kepada para pelaksana hukuman, “Mulailah pekerjaanmu.” Sementara itu ia tetap menyatakan imannya bahwa suatu hari kelak tubuhnya akan bangkit dalam kemuliaan. St. Yakobus Intercisus wafat pada tahun 421.

46.    St. Andreas
Andreas, sama seperti saudaranya: Simon Petrus, adalah seorang nelayan. Ia menjadi murid St. Yohanes Pembaptis. Tetapi, ketika Yohanes menunjuk kepada Yesus dan berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah,” Andreas mengerti bahwa Yesus lebih besar daripada Yohanes. Pada saat itu juga ia meninggalkan Yohanes untuk mengikuti Tuan Ilahi. Yesus tahu bahwa Andreas mengikuti-Nya dari belakang. Yesus berbalik dan bertanya, “Apakah yang kamu cari?”
Andreas menjawab bahwa ia ingin tahu di manakah Yesus tinggal. Yesus menjawab, “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Belum lama Andreas tinggal bersama Yesus, ketika ia menyadari bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Mesias. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk mengikuti Yesus. Ia menjadi murid Yesus yang pertama.
Selanjutnya, Andreas membawa saudaranya Simon (St. Petrus) kepada Yesus. Yesus menerima Simon juga sebagai murid-Nya. Pada awalnya, kedua bersaudara itu tetap menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari sebagai nelayan dan mengurus keluarga mereka. Kemudian Yesus meminta mereka untuk tinggal bersama-Nya sepanjang waktu. Ia berjanji akan menjadikan mereka penjala manusia, pada waktu itulah mereka meninggalkan jala mereka. Menurut tradisi, dikatakan bahwa sesudah Yesus naik ke surga, St. Andreas mewartakan Injil ke Yunani. Ia dijatuhi hukuman mati dengan disalibkan, tubuhnya diikatkan pada salib, bukan dipakukan. Andreas bertahan dua hari lamanya dalam penderitaan itu. Masih juga Andreas mempunyai cukup kekuatan untuk berkhotbah kepada orang banyak yang berkerumun di sekeliling rasul yang mereka kasihi.
Dua negara memilih St. Andreas sebagai pelindung mereka, yaitu Rusia dan Skotlandia.


47.    St. Edmund Campion
Edmund hidup pada abad keenambelas. Ia seorang pelajar muda Inggris yang amat populer, seorang ahli pidato yang mengagumkan. Edmund terpilih untuk menyampaikan pidato sambutan kepada Ratu Elizabeth ketika ratu mengunjungi perguruan tingginya. Sekelompok temannya tertarik akan sikapnya yang periang dan bakat-bakatnya yang beranekaragam. Mereka menjadikan Edmund sebagai pemimpin mereka. Bahkan ratu dan para menterinya pun menyukai pemuda yang menarik ini.
Tetapi, Edmund mempunyai masalah dengan agamanya. Ia selalu beranggapan bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang benar. Dan ia tidak menyembunyikan pendapatnya itu. Oleh karenanya, pemerintah, yang menganiaya orang-orang Katolik, menjadi amat curiga kepadanya. Edmund tahu bahwa ia akan kehilangan simpati ratu dan juga kehilangan semua kesempatan untuk mendapatkan jabatan tinggi apabila ia memilih untuk menjadi seorang Katolik. Pemuda ini berdoa dan menetapkan keputusannya. Ia akan tetap menjadi seorang Katolik!
Setelah melarikan diri dari Inggris, Edmund belajar untuk menjadi seorang imam. Ia masuk Serikat Yesus. Ketika Bapa Suci memutuskan untuk mengirimkan imam-imam Yesuit ke Inggris, Pastor Campion termasuk di antara imam-imam pertama yang diutus. Malam sebelum ia pergi, salah seorang rekan imam merasa terdorong untuk menuliskan kata-kata ini di pintu kamarnya: “Pastor Edmund Campion, martir.” Meskipun Pastor Campion tahu akan bahaya yang menghadangnya, imam yang kudus ini berangkat juga dengan riang. Malahan, ia banyak tertawa oleh karena ia menyamar sebagai seorang pedagang permata. Di Inggris, ia berkhotbah dengan berhasil di hadapan umat Katolik yang menjumpainya secara rahasia. Mata-mata ratu ada di mana-mana, mereka mencoba menangkapnya. Pastor Campion menulis: “Sebentar lagi aku tidak akan terlepas dari tangan mereka. Kadang-kadang aku membaca tulisan yang berbunyi 'Campion telah tertangkap'!” Seorang pengkhianatlah yang pada akhirnya menyebabkan imam Yesuit itu tertangkap. Di penjara, Pastor Campion dikunjungi oleh para pejabat kerajaan yang mengaguminya. Bahkan Ratu Elizabeth sendiri juga datang. Tetapi tidak satu pun dari ancaman ataupun janji-janji mereka yang dapat membuatnya mengingkari iman Katoliknya. Bahkan tidak juga aniaya. Walaupun harus banyak menderita, ia masih tetap mempertahankan diri dan rekan-rekan imam lainnya dengan cara yang demikian mengagumkan sehingga tidak seorang pun mampu mendebatnya. Meskipun begitu, ia tetap juga dijatuhi hukuman mati. Sebelum hukuman dilaksanakan, St. Edmund mengampuni orang yang telah mengkhianatinya. Ia bahkan membantu menyelamatkan nyawa orang itu. St. Edmund Campion wafat pada tahun 1581 pada usia empatpuluh satu tahun.

48.    St. Bibiana
Ayah Bibiana, Flavian, adalah seorang pejabat kota Roma pada masa Gereja Perdana. Flavian dan isterinya dikenal sebagai pengikut Kristus yang taat. Ketika Kaisar Yulianus mengingkari iman Katoliknya dan mulai menganiaya umat Kristen, Flavian ditangkap. Wajahnya dicap dengan besi panas dan kemudian ia dikirim ke tempat pembuangan.
Setelah Flavian wafat, isterinya - Dafrosa - juga dijadikan tahanan di rumahnya sendiri. Hukuman itu dijatuhkan kepadanya karena kehidupan Kristianinya yang saleh. Kemudian, Dafrosa juga dijatuhi hukuman mati. Bibiana, yang ditinggal sendirian bersama saudarinya - Demetria - dengan segenap hati mempercayakan dirinya kepada Tuhan dan berdoa. Segala milik mereka diambil dari mereka. Lalu, kedua gadis tersebut diajukan ke pengadilan. Demetria yang malang begitu ketakutan sehingga ia tewas seketika di kaki hakim. Bibiana diserahkan kepada seorang wanita pendosa yang ditugaskan untuk menjadikan Bibiana sejahat dirinya. Wanita itu membujuk dengan kata-kata manis dan dengan banyak akal licik supaya Bibiana jatuh dalam dosa. Tetapi Bibiana tidak dapat dibujuk. Ia dibawa kembali ke pengadilan dan didera. Namun, ia tetap teguh pada iman dan kesuciannya. Akhirnya, St. Bibiana didera dengan cambuk timah hingga wafat. Seorang imam menguburkan jenasahnya pada malam hari di samping ibu dan saudarinya.

49.    St. Fransiskus Xaverius
Misionaris besar ini dilahirkan di Kastil Xaverius, Spanyol pada tahun 1506. Ia belajar di Universitas Paris ketika umurnya delapanbelas tahun. Di sanalah ia bertemu dengan St. Ignatius Loyola, yang pada waktu itu akan membentuk Serikat Yesus. St. Ignatius berusaha mengajak Fransiskus untuk bergabung. Pada mulanya, pemuda yang suka bersenang-senang ini tidak pernah memikirkannya. Kemudian, St. Ignatius mengulangi kata-kata Yesus dalam Kitab Suci kepadanya: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Akhirnya, Fransiskus memahami dengan jelas bahwa panggilan hidupnya adalah bersama dengan para Yesuit.
Ketika Fransiskus berusia tigapuluh empat tahum, St. Ignatius mengutusnya sebagai misionaris ke Hindia Belanda. Raja Portugal hendak memberinya hadiah-hadiah dan juga seorang pelayan untuk menyertainya. Tetapi, Fransiskus dengan halus menolak pemberian raja dengan mengatakan: “Cara terbaik bagi seseorang untuk mendapatkan martabat sejati adalah dengan mencuci baju serta memasak makanannya sendiri.” Sepanjang karyanya yang gemilang di Goa, India, Indonesia, Jepang serta pulau-pulau lain di timur, St. Fransiskus mempertobatkan banyak orang. Sesungguhnya, ia membaptis begitu banyak orang hingga ia menjadi terlalu lemah bahkan untuk mengangkat tangannya sendiri. Ia mengumpulkan anak-anak kecil di sekitarnya serta mengajarkan iman Katolik kepada mereka. Kemudian ia menjadikan mereka misionaris-misionaris kecil. Ia mengajak mereka untuk menyebarluaskan iman yang telah mereka peroleh. Tidak ada yang tidak dilakukan St. Fransiskus untuk membantu sesama. Suatu ketika, ia berhadapan dengan segerombolan perompak yang garang, ia sendirian dan tanpa senjata kecuali salibnya. Gerombolan perompak itu mundur kembali dan tidak jadi menyerang penduduk Kristennya. St. Fransiskus juga membawa kembali orang-orang Kristen yang hidup tidak baik untuk bertobat. Satu-satunya “alat”-nya adalah kelemahlembutan, keramahan serta doa-doanya.
Sepanjang perjalanan dan kerja kerasnya yang melelahkan, St. Fransiskus senantiasa dipenuhi oleh sukacita yang datang dari Tuhan. Ia mendambakan untuk dapat pergi ke Cina, ke daerah di mana tak seorang asing pun diijinkan masuk. Akhirnya, persiapan-persiapan dilakukan, tetapi misionaris besar kita jatuh sakit. Ia wafat, hampir-hampir tanpa ditemani siapa pun, pada tahun 1552 di sebuah pulau di pesisir Cina. Usianya baru empatpuluh enam tahun. Fransiskus Xaverius dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XV pada tahun 1622. Ia dikanonisasi bersama para kudus yang hebat lainnya dalam suatu upacara kanonisasi di Roma. Ignatius dari Loyola, Theresia dari Avila, Filipus Neri dan Isidorus si Petani, dikanonisasi pada hari yang sama.

50.    St. Yohanes dari Damaskus
St. Yohanes hidup pada abad kedelapan. Ia dilahirkan di kota Damaskus dari keluarga Kristen yang taat. Ketika ayahnya wafat, Yohanes diangkat menjadi gubernur kota Damaskus. Pada waktu itu, kaisar mengeluarkan perintah yang melarang umat Kristiani memiliki patung atau pun gambar-gambar Yesus Kristus dan para kudus. St. Yohanes tahu bahwa kaisar salah. Karenanya, ia bergabung dengan yang lainnya untuk mempertahankan tradisi Kristiani. Paus sendiri meminta Yohanes untuk terus mengatakan kepada rakyat bahwa memiliki patung atau pun gambar-gambar kudus adalah suatu hal yang amat baik. Patung maupun gambar-gambar tersebut membantu mengingatkan kita akan Yesus Kristus, Bunda Maria dan para kudus. Tetapi kaisar tidak mau taat kepada Bapa Suci. Ia terus saja melarang patung dan gambar-gambar ditempatkan di tempat-tempat umum. St. Yohanes dengan berani menulis tiga pucuk surat. Ia meminta kaisar untuk mengakhiri jalan pemikirannya yang salah.
Kaisar menjadi amat murka dan ingin melampiaskan dendamnya. Yohanes memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Ia menyumbangkan segala kekayaannya kepada para miskin dan menjadi seorang rahib. Ia terus menulis buku-buku yang mengagumkan untuk mempertahankan iman Katolik. Sementara itu, ia juga melakukan segala pekerjaan kasar di biara. Suatu hari ia bahkan pergi untuk berjualan keranjang di pinggir jalan kota Damaskus. Banyak orang yang mengenal Yohanes sebelumnya berlaku kejam terhadapnya dengan menjadikannya bahan tertawaan. Ini dia orang yang dahulunya adalah gubernur kota yang hebat, sekarang berjualan keranjang. Coba bayangkan betapa berat penderitaan yang harus ditanggung oleh St. Yohanes. Tetapi ia tahu bahwa semua uang yang ia peroleh akan dipergunakan untuk kepentingan biara. Ia senantiasa memikirkan Yesus, Putera Allah, yang memilih untuk dilahirkan di sebuah kandang yang hina. Kemudian, ia merasa berbahagia dapat meneladani kerendahan hati Kristus. St. Yohanes wafat dengan damai dan tenang pada tahun 749.

51.    St. Sabas
Sabas, yang dilahirkan pada tahun 439, adalah salah seorang dari rahib Palestina yang termasyhur. Ayahnya seorang pejabat dalam dinas militer. Ketika ayahnya harus pergi ke Alexandria, Mesir, ia menitipkan puteranya yang masih kecil kepada saudara iparnya. Namun karena bibinya memperlakukannya dengan buruk, Sabas kecil melarikan diri ke rumah pamannya yang lain. Ketika timbul pertengkaran di antara kedua pamannya itu, Sabas merasa tidak tenang. Ia senang melihat semua orang hidup dalam damai. Jadi, ia melarikan diri lagi dan tinggal di sebuah biara. Kedua pamannya merasa malu atas perbuatan mereka. Mereka meminta Sabas untuk kembali dan mereka berjanji akan memberikan kepadanya semua hak warisannya. Tetapi, Sabas merasa berbahagia tinggal di biara. Ia tidak mau meninggalkannya. Meskipun di biara ia menjadi rahib yang paling muda, tetapi dialah yang paling tekun berdoa.
Ketika usianya delapanbelas tahun, Sabas pergi ke Yerusalem. Ia ingin mencoba hidup sendirian bersama Tuhan saja. Ia dinasehati agar tinggal di biara lain untuk sementara waktu oleh sebab ia masih amat muda. Sabas taat dan dengan sukacita mengerjakan semua pekerjaan berat. Ia membelah kayu untuk perapian dan memikul ember air yang berat. Suatu hari, St. Sabas diutus ke Alexandria untuk menemani seorang rahib. Di sana, ia berjumpa dengan ayah ibunya! Orangtuanya mengupayakan segala cara agar Sabas mau tinggal bersama mereka. Mereka ingin agar Sabas menikmati kehormatan yang sama seperti yang telah diperoleh ayahnya. Tidak demikian dengan Sabas! Ia bahkan tidak mau menerima uang yang mereka coba berikan kepadanya. Akhrinya, Sabas menerima juga tiga keeping emas. Ketika ia tiba kembali di biaranya, diserahkannya kepingan-kepingan emas itu kepada kepala biara.
Pada akhirnya, selama empat tahun Sabas dapat juga menikmati hidup sendirian bersama Tuhan saja, seperti yang didambakannya. Tetapi, sesudah itu ia harus memulai sebuah biara baru. Banyak murid datang kepadanya untuk menjadi rahib. Tak lama kemudian, St. Sabas diserahi tanggungjawab atas semua rahib di Palestina. Sekali waktu Sabas diutus kepada kaisar untuk masalah-masalah Gereja yang penting. Meskipun demikian, Sabas tetap mengenakan jubah sederhananya dan tetap setia pada jam-jam doanya. St. Sabas wafat pada tahun 532.

52.    St. Ambrosius
Ambrosius dilahirkan sekitar tahun 340. Ia putera seorang Gubernur Romawi di Gaul. Ketika ayahnya meninggal dunia, ibunya membawa keluarganya kembali ke Roma. Ibunya dan kakaknya - St. Marcellina - membesarkan Ambrosius dengan baik. Ambrosius menjadi seorang pengacara yang hebat. Kemudian ia diangkat menjadi gubernur kota Milan serta daerah sekitarnya. Tetapi melalui suatu peristiwa yang aneh (baca kisahnya dalam Bagaimana Seorang Uskup Dipilih?), Ambrosius sang Gubernur menjadi Ambrosius sang Uskup. Pada masa itu, umat biasa mengusulkan kepada paus nama orang yang mereka pilih sebagai uskup. Sungguh amat mengejutkan Ambrosius ketika penduduk kota Milan memilihnya. Ia berusaha menghindar, tetapi tampaknya hal itu memang kehendak Tuhan. Oleh karenanya, Ambrosius menjadi imam dan kemudian uskup kota Milan.
Ambrosius menjadi bapa serta teladan yang mengagumkan bagi umatnya. Ia juga melawan segala kejahatan dengan keberanian yang mengagumkan. Berhadapan dengan suatu pasukan yang siap menyerang, St. Ambrosius berhasil meyakinkan pemimpin mereka untuk menarik mundur pasukannya. Di lain waktu, Kaisar Theodosius datang dari timur. Kaisar ingin menyelamatkan Italia dari para musuh penyerang. Ia mendorong semua pejabatnya untuk menaruh hormat pada Uskup Milan. Namun demikian, ketika kaisar melakukan suatu dosa berat, Ambrosius tidak segan-segan menentangnya. Ia bahkan memerintahkan agar Kaisar Theodosius melakukan penitensi umum. Kaisar tidak menjadi gusar dan marah. Ia sadar bhawa Ambrosius benar. Dengan rendah hati kaisar melakukan penitensi secara umum atas dosa-dosanya. Ambrosius telah menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada seorang pun, meskipun ia seorang penguasa, yang lebih tinggi kedudukannya daripada gereja.
Rakyat khawatir akan apa yang terjadi dengan Italia apabila Ambrosius wafat. Karenanya ketika Ambrosius jatuh sakit, mereka memohon kepadanya untuk berdoa agar dikarunia umur panjang. Ambrosius menjawab, “Aku tidak berlaku sedemikian rupa di antara kalian sehingga aku merasa malu untuk hidup lebih lama; namun demikian aku juga tidak takut mati, karena kita mempunyai Tuan yang baik.” Uskup Ambrosius wafat pada hari Jumat Agung pada tahun 397.
Pada hari ini, luangkan waktu untuk merenungkan kata-kata Ambrosius: “Kristus adalah segala-galanya bagi kita.”

53.    B. Juan Diego
Juan Diego menjadi terkenal karena Bunda Allah menampakkan diri kepadanya. Kepada Juan Diego-lah pertama kali Bunda Maria memperkenalkan dirinya kepada dunia sebagai Bunda dari Guadalupe. Juan hidup pada abad keenambelas ketika Mexico dikenal sebagai Lembah Anahuac. Ia berasal dari suku Chichimeca. Mereka memanggil Juan dengan sebutan Elang Berbicara. Nama baptisnya adalah Juan Diego. Sesudah misi utama Juan selesai, dikatakan bahwa ia menjadi seorang pertapa. Ia melewatkan seluruh sisa hidupnya dengan berdoa dan bermatiraga. Gubugnya yang kecil terletak dekat kapel pertama yang dibangun di Bukit Tepeyac. Juan amat dikagumi. Para orangtua mendambakan agar anak-anak mereka kelak menjadi seperti Juan Diego. Juan merawat kapel dan menemui para peziarah yang mulai berdatangan ke sana untuk menghormati Bunda Maria dari Guadalupe. Ia akan menunjukkan kepada mereka tilma atau jubah yang menakjubkan dimana terlukis gambar Bunda Maria yang amat indah.
Paus Yohanes Paulus II menyatakan Juan Diego sebagai “beato” pada tanggal 14 Mei 1990. Paus secara pribadi mengunjungi gereja Bunda Maria dari Guadalupe yang agung dan indah. Ia berdoa di sana bagi segenap rakyat Meksiko. Ia berdoa teristimewa bagi mereka yang wafat selama masa penganiayaan Gereja yang dahsyat yang terjadi pada awal abad. Ia juga berdoa bagi segenap peziarah yang datang mengunjungi gereja yang indah tersebut dengan iman yang begitu besar kepada Bunda Allah.

54.    St. Damasus I
Damasus dilahirkan di Roma dan hidup pada abad keempat, pada masa Gereja Perdana. Ia adalah seorang imam yang murah hati dan suka berkurban. Ketika Paus Liberius wafat pada tahun 366, Damasus diangkat menjadi paus. Ia harus menghadapi banyak persoalan yang berat. Ada seorang paus tandingan (anti paus) bernama Felix. Felix beserta para pengikutnya berusaha menganiaya Damasus. Mereka menyebarkan berita bohong tentang dirinya, terutama tentang kehidupan moral pribadinya. Karenanya, Paus Damasus harus dihadapkan ke pengadilan di bawah penguasa Romawi. Damasus terbukti tidak bersalah, tetapi ia mengalami begitu banyak penderitaan karena peristiwa tersebut. Sahabatnya, St. Hieronimus, berbicara dengan tegas mengenai kebaikan-kebaikan paus. Dan Hieronimus mempunyai martabat yang tinggi.
Paus Damasus menyadari bahwa para imam di kota mempunyai gaya hidup yang terlalu mewah. Sementara para imam di desa hidup jauh lebih sederhana. Damasus meminta para imam untuk menyederhanakan gaya hidup mereka dan tidak terikat pada harta serta milik. Ia sendiri menjadi teladan yang mengagumkan.
Ada juga begitu banyak bidaah (=ajaran sesat) selama masa kepemimpinannya sebagai paus. Damasus menjelaskan iman yang benar. Ia juga mengadakan Konsili Ekumenis Kedua yang diselenggarakan di Konstantinopel. Paus Damasus dengan sungguh-sungguh berusaha membangkitkan semangat untuk mencintai Kitab Suci. Ia menugaskankan St. Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Ia juga mengubah bahasa resmi liturgi dari bahasa Yunani - kecuali Kyrie - ke bahasa Latin.
Paus St. Damasus wafat pada usia sekitar delapanpuluh tahun pada tanggal 11 Desember 384. Ia dimakamkan di samping ibu dan saudarinya di sebuah kapel kecil yang dibangunnya.

55.    St. Yohana Fransiska de Chantal
Yohana dilahirkan di Dijon, Perancis pada tahun 1572. Ayahnya seorang yang saleh. Ia mengasuh anak-anaknya dengan baik setelah kematian isterinya. Yohana, yang amat dikasihinya, menikah dengan Christopher, Baron de Chantal. Yohana dan Christopher saling mengasihi. Tuhan mengaruniakan enam anak kepada mereka, empat yang bertahan hidup. Yohana menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan mengasihi suami serta anak-anaknya dengan segenap hatinya. Kemudian, tiba-tiba saja, suatu kemalangan besar menimpa keluarga bahagia tersebut. Baron Christopher secara tak sengaja tertembak oleh seorang teman yang pergi berburu bersamanya. Ketika suaminya meninggal, Yohana teramat sedih. Ia mengampuni orang yang menyebabkan kematian suaminya itu dan bahkan menjadi ibu baptis bagi anaknya.
St. Yohana memohon kepada Tuhan agar memberinya seorang imam yang kudus untuk membimbingnya. Sementara itu, ia berdoa dan membesarkan anak-anaknya dalam kasih Tuhan. Ia mengunjungi orang-orang miskin, orang-orang sakit serta menghibur mereka yang diambang ajal. Ketika ia berjumpa dengan St. Fransiskus de Sales, ia segera mengetahui bahwa orang ini adalah orang kudus yang diutus Tuhan untuk membimbingnya.
Sesuai petunjuk St. Fransiskus, Yohana bersama tiga wanita muda lainnya mendirikan Serikat Visitasi. Tetapi terlebih dahulu ia harus memastikan bahwa anak-anaknya, meskipun sudah dewasa, telah mandiri. Yohana juga mempunyai tanggung jawab serta tantangan-tantangan yang harus dihadapinya pula. Namun, Yohana tetap berusaha untuk melakukan kehendak Tuhan baginya, bagaimana pun sulitnya.
St. Yohana seorang yang tabah dalam menghadapi segala macam tantangan. Ia mendirikan banyak biara sambil berjuang melawan pencobaan-pencobaannya. “Meskipun banyak penderitaannya,” tulis St. Vincensius de Paul, “wajahnya selalu memanancarkan kedamaian. Dan ia selalu setia kepada Tuhan. Jadi aku pikir dia adalah salah satu diantara jiwa-jiwa paling kudus yang pernah aku jumpai.”
St. Yohana wafat pada tanggal 13 Desember 1641. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Klemens XIII pada tahun 1767.

56.    St. Lusia
Santa yang dikagumi ini hidup di Syracuse, Sisilia. Ia dilahirkan pada akhir abad ketiga. Orangtuanya adalah bangsawan yang kaya raya serta terhormat. Ayahnya meninggal ketika Lusia masih kecil. Lusia secara diam-diam berjanji kepada Yesus bahwa ia tidak akan pernah menikah agar ia dapat menjadi milik-Nya saja. Lusia seorang gadis yang jelita dengan sepasang mata yang indah. Para pemuda bangsawan jatuh hati kepadanya. Ibunya mendesaknya untuk menikah dengan salah seorang dari mereka yang telah dipilihnya bagi Lusia. Tetapi Lusia tidak tertarik. Ia kemudian memikirkan suatu rencana untuk melunakkan hati ibunya. Ia tahu bahwa ibunya menderita sakit pendarahan. Lusia membujuknya untuk pergi ke gereja St. Agatha dan berdoa mohon kesembuhan. Lusia pergi menemaninya dan mereka berdoa bersama. Ketika Tuhan mendengar doa mereka serta menyembuhkan ibunya, Lusia mengatakan kepada ibunya tentang ikrarnya untuk menjadi pengantin Kristus. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesembuhannya, ibunya mengijinkan Lusia memenuhi panggilan hidupnya. Tetapi pemuda kepada siapa ibunya telah menjanjikan Lusia, amat marah karena kehilangan Lusia. Dalam puncak kemarahannya, ia melaporkan Lusia sebagai seorang pengikut Kristus. Ia mengancam hendak membutakan kedua mata Lusia. Tetapi, Lusia bahkan rela kehilangan kedua matanya daripada tidak menjadi pengantin Kristus. Dan itulah yang terjadi. Banyak patung yang kelak dibuat menggambarkan St. Lusia dengan matanya yang indah di telapak tangannya. Yesus membalas cinta Lusia yang gagah berani. Ia melakukan mukjizat dengan memulihkan mata Lusia kembali, bahkan jauh lebih indah dari sebelumnya.
Hakim yang kafir berusaha mengirim Lusia ke rumah wanita pendosa. Ia berharap agar Lusia dapat dibujuk untuk mengingkari Kristus. Tetapi ketika mereka berusaha membawanya ke sana, Tuhan menjadikan tubuh Lusia demikian berat sehingga mereka tidak dapat mengangkatnya. Pada akhirnya, Lusia ditikam dan menjadi martir bagi Yesus pada tahun 304.

57.    St. Yohanes dari Salib
Yohanes dilahirkan di Spanyol pada tahun 1542. Ia adalah putera seorang penenun. Yohanes bersekolah di sekolah untuk anak-anak miskin dan menjadi pesuruh direktur sebuah rumah sakit. Selama tujuh tahun, Yohanes bekerja sebagai pesuruh sambil belajar di sekolah Yesuit. Bahkan semasa mudanya Yohanes suka melakukan silih. Ia paham benar arti berkurban demi cinta kasih kepada Yesus.
Ketika usianya duapuluhsatu tahun, cintanya yang besar kepada Tuhan mendorongnya untuk masuk ke biara Karmel. Bersama St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dipilih Tuhan untuk membawa semangat baru di antara para religius. Hidup Yohanes penuh dengan pencobaan. Meskipun ia berhasil membuka biara-biara baru di mana cara hidup sucinya dijalankan, ia sendiri dikecam. Ia bahkan dijebloskan ke dalam penjara dan harus mengalami penderitaan yang hebat. Suatu waktu, ia mengalami pencobaan-pencobaan yang dahsyat pula. Tampaknya Tuhan telah meninggalkannya seorang diri dan ia merasa sangat menderita. Namun demikian, ketika badai pencobaan tersebut telah berlalu, Tuhan memberi ganjaran kepada hambanya yang setia itu. Ia menganugerahinya kedamaian hati dan sukacita. St. Yohanes menikmati hubungan yang mesra serta akrab dengan Tuhan. Malahan, Bunda Maria sendiri yang menunjukan kepada Yohanes bagaimana meloloskan diri dari sel penjaranya.
St. Yohanes mempunyai cara mengagumkan dalam menghadapi para pendosa. Suatu ketika seorang wanita cantik tetapi pendosa berusaha membuatnya jatuh dalam dosa. St. Yohanes berbicara kepadanya sedemikian rupa hingga wanita itu dibimbing untuk mengubah cara hidupnya. Seorang wanita lain, mempunyai kelakuan yang sedemikian rupa, hingga membuatnya dijuluki “wanita mengerikan”. Tetapi, dengan sikapnya yang lemah lembut, St. Yohanes tahu bagaimana mengatasinya. St. Yohanes dari Salib mohon kepada Tuhan untuk mengijinkannya menderita setiap hari demi cinta kasihnya kepada Yesus. Untuk membalas kasihnya itu, Yesus menampakkan diri kepada St. Yohanes dengan suatu cara yang amat istimewa. St. Yohanes terkenal oleh karena buku-buku rohaninya yang menunjukkan kepada kita bagaimana membangun hubungan yang akrab dan mesra dengan Tuhan. St. Yohanes wafat pada tanggal 14 Desember 1591. Ia digelari Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1926.

58.    St. Nino
Nino adalah seorang gadis Kristen yang hidup pada abad keempat. Ia diculik dan dibawa ke Iberia sebagai budak. Di negara yang belum mengenal Tuhan itu, kebaikan hati serta kesucian hidup Nino menimbulkan kesan mendalam bagi para penduduknya. Memperhatikan betapa seringnya Nino berdoa, mereka bertanya kepadanya mengenai agamanya. Jawaban sederhana yang diberikan Nino kepada mereka adalah bahwa ia menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan. Tuhan memilih gadis budak yang taat serta saleh ini untuk mewartakan Kristus kepada Iberia.
Suatu hari, seorang ibu membawa bayinya yang sakit kepada Nino serta meminta nasehat bagi kesembuhannya. Nino membungkus bayi itu dengan mantolnya. Ia mengatakan kepada si ibu bahwa Yesus Kristus dapat menyembuhkan bahkan penyakit yang paling parah sekalipun. Kemudian Nino menyerahkan anak kecil itu kembali dan ibunya melihat bahwa anaknya telah sembuh sama sekali dari penyakitnya. Ratu Iberia mendengar tentang mukjizat ini. Karena ia sendiri sedang sakit, ia pergi menemui Nino. Ketika ratu juga disembuhan, ratu hendak menyampaikan terima kasih kepadanya. Tetapi Nino mengatakan: “Ini karya Kristus, bukan saya. Dan Kristus adalah Putera Allah yang menjadikan dunia ini.” Ratu menceritakan seluruh kisah kesembuhannya kepada raja. Ratu juga mengulang kepada suaminya apa yang dikatakan oleh gadis budak itu perihal Yesus Kristus. Tak lama sesudahnya, raja tersesat dalam kabut tebal ketika sedang pergi berburu. Kemudian ia ingat akan apa yang diceritakan isterinya. Raja mengatakan bahwa jika Yesus Kristus mau membimbingnya pulang ke rumah dengan selamat, ia akan percaya kepada-Nya. Seketika itu juga kabut terangkat, dan raja memegang janjinya.
St. Nino sendiri yang mengajarkan kebenaran-kebenaran Kristiani kepada raja dan ratu. Mereka memberi ijin kepada St. Nino untuk mengajar penduduk mereka juga. Sementara itu, raja mulai mendirikan sebuah gereja Kristen. Kemudian ia mengirimkan utusan kepada kaisar Kristen, Kaisar Konstantin, untuk menyampaikan kabar bahwa ia telah berbalik kepada Kristus. Ia meminta kaisar untuk mengirimkan para uskup serta para imam ke Iberia.
Jadi, demikianlah seorang gadis budak yang miskin telah membawa penduduk seluruh negeri masuk ke dalam pelukan Gereja.

59.    Beato Urbanus V
Nama Beato Urbanus sebelum ia diangkat menjadi paus adalah William de Grimoard. Ia dilahirkan di Perancis pada tahun 1310 dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Setelah diberi kepercayaan untuk memegang banyak jabatan tinggi, ia diangkat menjadi paus. Pada waktu itu, paus tinggal di kota Avignon di Perancis. Urbanus bertekad untuk pergi ke Roma, sebab disanalah seharusnya seorang paus tinggal. Paus adalah uskup Roma dan Urbanus tahu bahwa tempatnya adalah di Roma. Ada banyak hambatan serta kesulitan. Umat di Perancis berkeberatan atas kepergiannya, tetapi Urbanus melakukan apa yang dianggapnya benar.
Penduduk kota Roma amat bersukacita atas kembalinya paus. Terutama sekali mereka bersukacita sebab seorang kudus seperti Urbanus V ada di tengah-tengah mereka. Urbanus segera mulai memperbaiki gereja-gereja besar di Roma. Ia menolong para miskin papa serta mendorong umatnya untuk hidup taat dan saleh kembali. Kaisar Charles V menaruh rasa hormat yang besar kepada Bapa Suci. Namun, Urbanus harus menghadapi berbagai macam persoalan yang berat. Salah satunya adalah, ia semakin sering sakit dan tubuhnya semakin lama semakin lemah. Banyak dari para kardinalnya yang terus-menerus mendesaknya agar kembali ke Avignon. Jadi, pada akhirnya ia menyerah. Sementara ia bersiap-siap untuk meninggalkan Roma, penduduk kota memohonnya dengan sangat untuk tetap tinggal. Urbanus merasa amat sedih, tetapi ia pergi juga. Tiga bulan kemudian St. Urbanus wafat, yaitu pada tahun 1370.
Meninggalkan Roma bukanlah tindakan yang benar, karena sebagai uskup kota Roma, ia harus berada di sana. Selain dari kelemahannya itu, Urbanus adalah seorang yang amat baik serta kudus. Ia banyak berkarya bagi Gereja, bagi sekolah-sekolah serta perguruan tinggi, dan bagi orang banyak. Ia disebut “suatu terang dunia dan jalan kebenaran”

60.    St. Dominikus dari Silos
Dominikus, seorang anak Spanyol penggembala domba, dilahirkan pada awal abad kesebelas. Ia melewatkan sebagian besar waktunya seorang diri dengan ditemani kawanan dombanya di lembah pegunungan Pyrenees. Di sanalah ia mulai mencintai doa. Segera Dominikus menjadi seorang biarawan, seorang biarawan yang amat baik. Ia diangkat menjadi abbas (artinya pemimpin biara) dan membawa banyak kemajuan bagi biaranya.
Tetapi, suatu hari Raja Garcia III dari Navarre, Spanyol menyatakan bahwa sebagian dari harta milik biara adalah miliknya. St. Dominikus menolak memberikannya kepada raja. Ia berpendapat bahwa tidaklah benar menyerahkan harta milik Gereja kepada raja. Keputusannya ini membuat raja amat murka. Ia memerintahkan Dominikus untuk segera meninggalkan kerajaannya. Abbas Dominikus serta para biarawannya disambut dengan hangat oleh seorang raja lain, Ferdinand I dari Castile. Ferdinand mengatakan bahwa mereka boleh menempati suatu biara tua yang dikenal sebagai biara St. Sebastianus di Silos. Biara ini terletak di suatu daerah yang terpencil dan dalam keadaan rusak parah. Tetapi dengan Dominikus sebagai kepala biaranya, segera saja biara tersebut berubah penampilannya. Malahan, Dominikus menjadikannya sebagai salah satu biara yang paling terkenal di seluruh Spanyol.
St. Dominikus mengadakan banyak mukjizat dengan menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Bertahun-tahun setelah kematiannya, St. Dominikus menampakkan diri kepada seorang isteri dan ibu. Nama wanita itu ialah Yoana, sekarang dikenal sebagai Beata Yoana dari Aza. St. Dominikus mengatakan kepadanya bahwa Tuhan akan mengirimkan seorang anak laki-laki lagi kepadanya. Ketika puteranya itu lahir, Yoana memberinya nama Dominikus sebagai ungkapan rasa syukurnya. Dominikus inilah yang kelak menjadi St. Dominikus yang agung, pendiri Ordo Dominikan.
St. Dominikus dari Silos wafat pada tanggal 20 Desember 1073.

61.    St. Petrus Kanisius
Petrus, seorang Belanda, dilahirkan pada tahun 1521. Ayahnya menghendaki agar ia kelak menjadi seorang pengacara. Untuk menyenangkan hati ayahnya, Petrus muda mulai belajar ilmu hukum sebelum ia menyelesaikan seluruh mata pelajarannya yang lain. Namun demikian, segera saja ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah bahagia dengan profesi tersebut. Pada waktu itu, semua orang sedang membicarakan tentang khotbah Beato Petrus Faber yang mengagumkan. Pastor Faber adalah salah seorang dari anggota Serikat Yesus yang pertama. Ketika Petrus Kanisius mendengarkan khotbah Pastor Faber, ia tahu bahwa ia juga akan berbahagia melayani Tuhan sebagai seorang Yesuit. Jadi, ia bergabung dengan Serikat Yesus. Setelah beberapa tahun dilewatkannya dengan belajar dan berdoa, ia ditahbiskan sebagai seorang imam.
St. Ignatius segera menyadari betapa taat serta penuh semangatnya St. Petrus Kanisius. St. Ignatius mengutusnya ke Jerman di mana St. Petrus kemudian berkarya selama empatpuluh tahun lamanya. Sangatlah sulit menyebutkan semua karya besar St. Petrus Kanisus, doa-doanya serta pengorbanannya sepanjang waktu itu. Yang menjadi perhatian utamanya adalah menyelamatkan banyak penduduk Jerman dari bidaah-bidaah pada masa itu. Ia juga berdaya upaya untuk membawa kembali mereka yang telah menerima ajaran-ajaran sesat tersebut ke pangkuan Gereja Katolik. Dikisahkan bahwa ia menempuh jarak kurang lebih duapuluh ribu mil (± 32,187 km) dalam waktu tiga puluh tahun. Perjalanan sejauh itu ditempuhnya dengan berjalan kaki atau dengan menunggang kuda. Meskipun banyak kesibukannya, St. Petrus Kanisius masih sempat juga menulis banyak buku tentang iman. Ia menyadari betapa pentingnya buku itu. Jadi, ia mengadakan kampanye untuk menghentikan diperjualbelikannya buku-buku yang tidak baik. Sementara itu, ia melakukan segala daya upaya untuk menyebarluaskan buku-buku yang baik, yang mengajarkan iman. Dua buah buku katekese yang ditulis oleh St. Petrus Kanisius menjadi demikian disukai hingga harus dicetak ulang lebih dari duaratus kali dan diterjemahkan ke dalam limabelas bahasa.
Kepada mereka yang mengatakan bahwa ia bekerja terlalu keras, St. Petrus Kanisius akan menjawab, “Jika kamu mempunyai terlalu banyak perkara untuk dikerjakan, maka dengan bantuan Tuhan, kamu akan memperoleh cukup waktu untuk mengerjakan semuanya.” Santo yang mengagumkan ini wafat pada tahun 1597. Ia dinyatakan sebagai Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1925.

62.    St. Fransiska Xaveria Cabrini
Fransiska dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1850. Sebagai seorang anak yang dibesarkan di Italia, ia berangan-angan untuk suatu hari kelak menjadi seorang misionaris yang diutus ke Cina. Ia menghanyutkan perahu-perahu kertasnya ke sungai untuk menghidupkan “khayalannya”. Perahu-perahu kertas itu berlayar untuk membawa para misionaris ke Cina. Dan Fransiska pun mulai berpantang permen karena di Cina mungkin ia tidak akan lagi dapat menikmatinya. Namun demikian, ketika Fransiska telah dewasa, ia tidak diterima di kedua biara di mana ia ingin bergabung. Kesehatannya tidaklah terlalu bagus. Ia mengajar di sekolah untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian seorang imam memintanya untuk membantu di sebuah panti asuhan kecil. Amatlah berat bagi Fransiska membantu di sana oleh karena wanita pengurus panti tersebut. Tetapi, Fransiska tetap bertahan. Beberapa wanita yang baik hati bergabung dengannya. Bersama-sama, mereka mengucapkan kaul.
Pada akhirnya, Bapa Uskup meminta Fransiska untuk membentuk kongregasi para biarawati misionaris. Tanpa ragu sedikit pun Fransiska segera mulai. Kongregasi yang dibentuknya itu diberi nama Suster-suster Misionaris Hati Kudus. Tidak lama berselang, kongregasinya mulai berkembang, pertama-tama di Italia dan kemudian di banyak negara lain. Fransiska, yang sekarang dipanggil Moeder (=Ibu) Cabrini, senantiasa rindu untuk pergi ke Cina. Tetapi tampaknya Tuhan berkehendak agar ia pergi ke Amerika. Ketika Paus Leo XIII mengatakan kepadanya, “Pergilah ke barat, dan bukan ke timur,” masalahnya telah selesai. St. Fransiska Xaveria Cabrini berlayar ke Amerika Serikat dan menjadi warga negara Amerika. Ia terutama membantu banyak sekali para imigran Italia. Bagi mereka, Moeder Cabrini adalah ibu mereka, sekaligus sahabat mereka.
Pada mulanya, Moeder Cabrini beserta para susternya harus menghadapi banyak kesulitan. Uskup Agung New York bahkan mengusulkan agar mereka pulang kembali ke Italia. Tetapi, Moeder Cabrini menjawab, “Yang mulia, Bapa Suci mengutus saya ke sini dan di sinilah saya harus tinggal.” Bapa Uskup Agung mengagumi semangat juangnya, dan dengan demikian ia beserta para susternya diberi ijin untuk memulai karya mulia mereka bagi Tuhan. Banyak sekolah, rumah sakit serta panti asuhan didirikannya di berbagai negara bagian Amerika. Bersama dengan berlalunya waktu, Moeder Cabrini melakukan banyak perjalanan untuk mengembangkan kongregasi serta karya-karya mereka. Selalu saja ada kesulitan-kesulitan, tetapi ia mempercayakan diri sepenuhnya kepada Hati Kudus Yesus. “Dia-lah yang melakukan segala sesuatu, bukan kita,” demikian ia akan berkata.
Moeder Cabrini wafat di Chicago pada tanggal 23 Desember 1917. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1946.

63.    St. Stefanus
Stefanus artinya mahkota. Ia adalah pengikut Kristus yang pertama yang menerima mahkota kemartiran. Stefanus adalah seorang diakon pada masa Gereja Perdana. Kita membaca kisah tentangnya dalam Kitab Kisah Para Rasul bab 6 dan 7. Petrus dan para rasul lainnya menyadari bahwa mereka membutuhkan penolong-penolong untuk mengurus para janda serta kaum miskin. Jadi, mereka mentahbiskan tujuh orang diakon. Stefanus adalah yang paling terkenal dari antara mereka.
Tuhan mengadakan banyak mukjizat melalui St. Stefanus. Ia berbicara dengan hikmat dan karunia yang membuat banyak dari para pendengarnya menjadi pengikut Yesus. Para musuh Gereja Yesus merasa geram melihat betapa berhasilnya khotbah St. Stefanus. Pada akhirnya, mereka bersekongkol untuk melawan dia. Mereka tidak dapat membantah perkataan-perkataannya yang bijaksana, jadi mereka memerintahkan beberapa orang untuk bersaksi dusta terhadapnya. Saksi-saksi palsu itu mengatakan bahwa Stefanus telah berbicara hujat terhadap Tuhan. St. Stefanus menghadapi gerombolan para musuhnya yang banyak itu tanpa rasa takut. Malahan, Kitab Suci mengatakan bahwa wajahnya menjadi serupa dengan wajah malaikat.
Stefanus berbicara tentang Yesus, menunjukkan bahwa Ia adalah Juruselamat yang dijanjikan Tuhan. Ia mencela para musuhnya karena tidak percaya kepada Yesus. Mendengar itu, mereka menjadi amat marah serta berteriak-teriak kepadanya. Tetapi, Stefanus memandang ke langit dan berkata bahwa ia melihat langit terbuka dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Para musuhnya menutup telinga mereka dan tidak mau mendengarnya lebih lanjut. Mereka menyeret St. Stefanus ke luar kota Yerusalem dan melemparinya dengan batu hingga mati. Orang kudus itu berdoa, “Tuhan Yesus, terimalah rohku!” Kemudian ia berlutut serta memohon kepada Tuhan untuk tidak menghukum para musuh yang membunuhnya. Setelah pernyataan kasih yang sedemikian besar itu, Stefanus pergi untuk menerima ganjaran surgawi.

64.    St. Yohanes Rasul
St. Yohanes adalah seorang nelayan di Galilea. Ia, bersama dengan St. Yakobus saudaranya, dipanggil untuk menjadi rasul Kristus. Yesus memberi julukan “anak-anak guruh” kepada kedua putera Zebedeus ini. St. Yohanes adalah rasul yang termuda. Ia amat dikasihi oleh Yesus. Pada perjamuan malam terakhir, Yohanes diperbolehkan menyandarkan kepalanya didada Yesus. Yohanes juga satu-satunya rasul yang berdiri di kaki salib. Yesus yang sedang menghadapi ajal menyerahkan pemeliharaan Bunda-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya ini. Sambil memandang Bunda Maria, Ia berkata, “Inilah ibumu.” Jadi, hingga akhir hidupnya di dunia, Bunda Maria tinggal bersama St. Yohanes. Hanya Yohanes seorang yang memperoleh hak istimewa untuk menghormati serta melayani Bunda Allah yang tanpa noda.
Pada hari Paskah, pagi-pagi sekali, Maria Magdalena dan beberapa wanita membawa rempah-rempah menuju ke makam Yesus untuk meminyaki Tubuh-Nya. Mereka kembali dengan berlari-lari kepada para rasul untuk menyampaikan suatu berita yang mengejutkan. Tubuh Yesus telah hilang dari makam. Petrus dan Yohanes pergi untuk menyelidiki hal itu. Yohanes tiba terlebih dahulu, tetapi ia menunggu Petrus untuk masuk ke dalam makam terlebih dahulu. Baru sesudahnya, ia masuk dan melihat kain kapan yang telah tergulung rapi. Kemudian, pada minggu itu juga, para murid sedang memancing di Danau Tiberias tanpa hasil. Seseorang yang berdiri di pantai mengatakan kepada mereka untuk menebarkan jala mereka ke sisi lain perahu. Ketika mereka menarik jala mereka kembali, jala itu penuh dengan ikan besar. Yohanes, yang mengenali siapa orang itu, segera berseru kepada Petrus, “Itu Tuhan!”
Dengan turunnya Roh Kudus, para rasul penuh dengan keberanian baru. Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh dalam Nama Yesus.
Yohanes hidup hampir seabad lamanya. Ia sendiri tidak wafat dimartir, tetapi sungguh ia menempuh hidup yang penuh penderitaan. Ia mewartakan Injil dan menjadi Uskup Efesus. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, ketika ia tidak lagi dapat berkhotbah, para muridnya akan membawanya kepada jemaat Kristiani. Pesannya yang sederhana adalah, “Anak-anakku, kasihilah seorang akan yang lain.” St. Yohanes wafat di Efesus sekitar tahun 100.

65.    St. Anysia
Anysia hidup di Tesalonika menjelang akhir abad kedua. Tesalonika adalah kota purbakala di mana St. Paulus sendirilah yang pertama-tama mewartakan iman kepada Yesus. Anysia adalah seorang Kristen dan setelah kedua orangtuanya meninggal, ia mempergunakan kekayaannya untuk menolong kaum miskin papa.
Pada masa itu, terjadi penganiayaan yang kejam terhadap umat Kristiani di Tesalonika. Gubernur terutama sekali telah bertekad untuk mencegah semua umat Kristiani berkumpul bersama untuk merayakan Misa. Tetapi, pada suatu hari Anysia berusaha untuk menghadiri pertemuan tersebut. Sementara ia melewati suatu pintu gerbang yang disebut Kasandra, seorang serdadu memperhatikannya. Ia segera menghalangi langkah Anysia serta menyelidiki kemanakah Anysia hendak pergi. Karena amat ketakutan, Anysia melangkah mundur sambil membuat tanda salib di keningnya. Melihat itu, serdadu tersebut mencengkeramnya serta mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan kasar. “Siapa kamu,” teriaknya. “Dan kemanakah kamu hendak pergi?” Anysia menarik napas panjang dan menjawab, “Aku adalah hamba Yesus Kristus,” katanya. “Aku hendak pergi ke perjamuan Tuhan.”
“Oh ya?” serdadu itu mengejak. “Aku akan mencegahnya. Aku akan membawamu untuk memuja para dewa. Hari ini kami memuja dewa matahari.” Pada saat yang sama serdadu itu merenggut kerudungnya. Anysia berusaha melawan sekuat tenaga sehingga orang kafir itu menjadi semakin marah dibuatnya. Akhirnya, dalam puncak kemarahannya, ia mencabut pedangnya dan menebaskannya ke tubuh Anysia. Anysia pun jatuh tergeletak di kaki sang serdadu. Ketika penganiayaan telah berakhir, umat Kristiani Tesalonika mendirikan sebuah gereja di tempat di mana St. Anysia telah menyerahkan nyawanya bagi Kristus. Anysia wafat sekitar tahun 304.